Semua Stakeholder di Alor Wajib Tangani 1 Anak Stunting, Singhs :Contoh Kapolsek ABAD dan Kodim

- 12 November 2022, 23:28 WIB
Kegiatan penanganan Stunting di Kabupaten Alor
Kegiatan penanganan Stunting di Kabupaten Alor /

Sementara itu Ketua Satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi NTT, Beni Benu yang memandu jalannya kegiatan tersebut menjelaskan, kegiatan rekonsiliasi yang digelar untuk menyamakan usulan-usulan yang muncul dalam FGD. Penyamaan ini tentu karena ada perbedaan-perbedaan.

Selanjutnya dalam penyamaan usulan yang ada, disepakati empat point penting sebagai rekomendasi tindak-lanjut pelaksanaan percepatan penurunan stunting di Kabupaten Alor, yakni pertama, optimalisasi tim percepatan penurunan stunting (TPPS). Kedua, model konvergensi dalam kerja kolaboratif. Ketiga, implementasi program orang tua peduli stunting (OTPS) atau bapak asuh anak Stunting (BAAS). Dan keempat, pengalokasian APBDes untuk penangganan stunting.

Dari empat point' kesepakatan tersebut, dijabarkan lagi secara kongkrit dalam 15 item kegiatan, antara lain, semua stikerholder (mitra) wajib menangani 1 anak Stunting, memastikan alokasi APBDes untuk penangganan stunting, dan dana aspirasi DPRD harus tertuju ke sasaran dan lokus stunting.

Foto bersama kegiatan penangganan stunting di Kabupaten Alor
Foto bersama kegiatan penangganan stunting di Kabupaten Alor

Untuk masalah stunting di NTT ini, Benu dalam paparan materinya mengatakan, NTT secara nasional merupakan daerah yang tertinggi angka stunting. Jumlah angka stunting di NTT hingga bulan Agustus 2022 sebesar 17 persen atau terdapat 77. 338 anak stunting . Sedangkan keluarga beresiko stunting sebanyak 603.893 keluarga.

Terhadap jumlah tersebut, Pemerintah Provinsi NTT melakui Gubernur dan Wakil Gubernur menargetkan di tahun 2023 jumlah stunting di NTT harus turun 12-10 persen dan di tahun 2024 Zero stunting. Untuk itu semua pihak diminta untuk bekerjasama dan bekerja keras, sebab untuk menurunkan 7 persen jumlah stunting bukan sebuah pekerjaan yang mudah.

Benu mengungkapkan, stunting bukanlah penyakit, namun stunting adalah gangguan pertumbuhan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang dan tinggi badan yang berada dibawah standart yang ditetapkan oleh Menteri yang mengurus kesehatan.

Penyebabnya, Benu menyebutkan, pengaruh gizi buruk, pengaruh jarak kelahiran dekat, pengaruh sanitasi yang buruk, pengaruh lahir berat badan rendah, pengaruh pendidikan ibu rendah, pengaruh pendapatan rendah atau kemiskinan, pengaruh ASI yang tidak ekslusif, dan pengaruh imunisasi yang tidak lengkap.

Dampak dari anak Stunting, lanjut Benu, yakni anak berbadan lebih pendek dari anak seusianya, tinggi badan dibawah dari rata-rata, menggangu metabolisme, pertumbuhan, dan massa otot, tingkat kecerdasan anak rendah dengan menurunnya daya serap yang berimbas pada produktivitas dan kreatif anak, serta beresiko timbul penyakit degeneratif, seperti jantung dan hipertensi.

Sementara itu Kepala Bapelitbang Kabupaten Alor, Obeth Bolang dalam kegiatan tersebut menyampaikan materi tentang upaya penangganan stunting yang dilakukan di Kabupaten Alor dengan sejumlah intervensi program, sehingga jumlah stunting yang sebelumnya berada di angka 14 persen lebih, dan saat ini di tahun 2022 jumlah angka stunting untuk Kabupaten Alor turun menjadi 11,7 persen. Dan untuk target tahun 2023 berada pada angka 7 persen.

Sesi materi dalam kegiatan penangganan stunting di kabupaten Alor
Sesi materi dalam kegiatan penangganan stunting di kabupaten Alor

Sedangkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Alor, Syaifudin Djawa, SH mengatakan, masalah stunting di Kabupaten Alor menjadi perhatian serius Bupati Alor, Drs.Amon Djobo dan Wakil Bupati, Imran Duru, S.Pd, M.PD. Oleh karena itu komitmen dari kedua pemimpin daerah tersebut agar di tahun 2023 angka stunting di Alor bisa berada dibawah 10 persen atau 7 persen yang ditarget.

Halaman:

Editor: Okto Manehat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x