Membawa Sayur Dan Buah Warga Pendemo Rumah Bantuan Bencana Seroja 'Kuasai' Ruang Sidang DPRD Alor

- 29 Maret 2023, 12:18 WIB
Pendemo 'kuasai' ruang sidang DPRD Alor
Pendemo 'kuasai' ruang sidang DPRD Alor /

Membawa Sayur Dan Buah-Buahan Warga Pendemo Rumah Bencana Seroja 'Kuasai' Ruang Sidang DPRD Alor

MEDIA KUPANG- Organisasi lokal Kerukunan Mahasiswa Kecamatan Alor Timur Laut (Kemilau) dan sejumlah warga desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut (ATL), Kabupaten Alor menggelar aksi demonstrasi jilid III memrotes pemerintah dan DPRD Alor berkaitan dengan kualitas pembangunan rumah bantuan bencana Seroja yang dinilai tidak layak huni.

Demonstrasi jilid III yang digelar pada Rabu 29 Maret 2023, para pendemo yang tiba di Kantor DPRD Alor sekitar pukul 11.15 WITA langsung masuk ke ruang sidang utama di Kantor DPRD dan 'menduduki atau menguasai' ruang sidang tersebut. Sejumlah anggota DPRD yang berada di ruang itu yang hendak bersidang, langsung meninggalkan ruang sidang di lantai II Kantor itu, turun ke lantai I.

Warga masyarakat dalam aksi demo itu membawa sayur-sayuran dan buah, seperti pisang, ubi, jagung, sayur ubi dan lainnya. Sayur dan buah ini dibentangkan di meja sidang pimpinan DPRD Alor.

Sejumlah pimpinan aksi Dedi Letmau, Stinki Laure, Yoas Famai dan Antipas Kamengko melakukan orasi. Dedi dan Yoas dalam orasinya mengatakan rumah bantuan bencana Seroja yang dibangun dengan skema kontraktual oleh Pemerintah untuk warga tersebut sangat disayangkan kualitasnya. Rumah yang ada tidak layak huni.

Rumah yang baru habis dibangun telah mengalami kerusakan, dan masyarakat yang tertimpa bencana kembali mengalami bencana atas kondisi rumah yang ada. Mereka menduga ada indikasi kuat korupsi dalam penangganan rumah bencana ini.

Pendemo di kantor DPRD Alor
Pendemo di kantor DPRD Alor

Sementara itu Stinki Laure dalam orasinya menyampaikan sejumlah kejanggalan yang ditemui masyarakat dalam pembangunan ini. Stinki menyampaikan rumah rusak berat ini dialokasikan anggaran perunit rumah Rp50 juta, namun dalam hitungan mereka hanya Rp15 juta yang dipakai untuk pekerjaan rumah semi permanen yang dimaksud.

Stinki merincikan, dari Rp50 juta, sekitar 10 jutanya dipotong pajak, belum lagi keuntungan untuk kontraktor, upah tukang, dan dugaan ada fee-nya juga. Dengan hitungan pekerjaan seperti itu maka sangat berpengaruh pada kualitas pekerjaan.

"Coba cek tripleks untuk dindingnya tipis sekali. Kita 2 kali demonstrasi minta Rab dan juknisnya tetapi dikasih. Tuhan saja yang tahu, warga sudah kenah bencana kembali mengalami bencana," ungkap Stinki sambil mengatakan anehnya lagi katanya rumah ini masyarakat yang kontrak dengan kontraktor dan masyarakat tidak mengetahuinya, demikian pula uangnya masuk ke rekening warga tetapi warga tidak memegang buku rekeningnya.

Stinki juga mengungkapkan, informasi yang diterimanya dalam pelaksanaan pekerjaan ini masyarakat seperti diintimidasi karena ketika pihak yang berwenang ketika turun ke lokasi membawa dengan aparat.

Halaman:

Editor: Okto Manehat


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x