MEDIA KUPANG – Sudah setahun lebih, tepatnya bulan April 2021, badai seroja memporak-porandakan sebagian besar wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Banyak rumah roboh, jembatan putus, longsor di mana-mana, hingga korban nyawa berjatuhan.
Peristiwa melankolis itu mengundang simpati dan empati dari berbagai pihak. Mulai dari pemerintah pusat, berbagai pemerintah daerah, lembaga dan perusahaan-perusahaan, komunitas hingga perorangan.
Tidak sedikitpun yang secara sukarela menyumbangkan dana hingga ratusan bahkan puluhan miliar bagi korban badai seroja di NTT. Sebagian besar bantun itu difasilitasi beberapa Pemda di NTT, termasuk Pemkot Kupang.
Sebut saja, dana bantuan dari Pemkot Ambon senilai Rp150 juta yang diperuntukkan bagi warga kota Kupang, diterima oleh Pemkot Kupang. Selain itu, ada pula dana sosial (CSR) senilai Rp860 juta.
Masing-masing dana CSR bersumber dari Indomaret senilai Rp380 juta untuk pemeliharaan lampu taman, dan Bank Indonesia senilai Rp480 juta untuk pembangunan rumah tenun di Kecamatan Alak.
Sayangnya, penggunaan dana bantuan bagi korban badai seroja di kota Kupang, diduga tanpa pertanggungjawaban, bahkan ‘hilang’ entah ke mana atau di ‘saku’ siapa.
Hal itu, diungkap salah satu anggota DPRD Kota Kupang, Ewalde Taek dalam rapat badan anggaran perubahan APBD 2022 di Aula Sidang Utama DPRD Kota Kupang pada Senin, 26 September 2022.
Menurutnya, dana bantuan sosial itu “seharusnya bantuan langsung bagi masyarakat Kota Kupang melalui tangan kepala daerah, jadi harus dipertanggungjawabkan,” katanya, sebagaimana dilansir NTT Terkini.