Vivat Internationale Gandeng WKRI Alor Perangi Perdagangan Orang,"Calo, Peti Mati Hingga Penjualan Organ Tubuh

22 Februari 2022, 07:35 WIB
Pater Agus Duka didampingi Romo Andi Luan dan Ketua WKRI Alor, Kuntari /

 

Catatan Kecil Dari Kegiatan Vivat Internationale Dan WKRI Katolik Alor "Perangi" Perdagangan Orang

"Percaloan, Peti Mati, Hingga Penjualan Organ Tubuh"

MEDIA KUPANG- Hari itu Senin, 21 Februari 2022 sore hari, cuaca mendung disertai hujan lebat sedang membasahi Kota Kalabahi, Ibu Kota Kabupaten Alor. Kendati cuaca kurang bersahabat, namun ada sebuah pemandangan menarik yang tampak terlihat di Aula lantai II SMA Katolik Santu Yoseph Kalabahi. SMA ini merupakan salah satu sekolah favorit di Bumi Nusa Kenari (julukan bagi Kabupaten Alor.

Hari itu di sekolah tersebut cukup ramai dengan kehadiran sekitar puluhan orang usia remaja, dewasa dan orang tua, baik perempuan dan laki-laki duduk rapih dengan patuhi protokol kesehatan memenuhi aula sekolah itu. Mereka yang hadir ini setelah diidentifikasi ternyata bukan hanya warga Kota Kalabahi, ternyata ada yang datang dari Takalelang dan sejumlah stasi lainnya yang masuk dalam wilayah kerja Paroki Yesus Gembala Yang Baik Kalabahi.

Dihadapan dari umat yang dimaksud terlihat Pastor Kepala SMA Katolik ST. Yoseph, Romo Andi Luan, Pr dan Ketua Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Cabang Alor, Kuntari tengah mendengar ocehan pembuka dari master ceremonial (MC), Lince Lalo, salah satu pengurus WKRI Cabang Alor. Namun yang menjadi bintang atau menarik perhatian dari semua yang hadir diruangan tersebut, seseorang yang usianya sekitar 55 tahun dan bertubuh "mungil" (badannya tidak gemuk dan tidak kurus serta tidak tinggi tubuhnya). Sosok ini ketika itu berbusana ala jawa dengan mengenakan blankon menutupi kepalanya. Kulitnya juga putih dan biji perkataan yang dikeluarkan sesekali dengan intonasi atau logat luar (luar Alor). Meski gambaran sosok ini sepintas demikian, ternyata orang ini adalah Putra Alor Asli berasal dari Kampung Tombang di Kota Kalabahi. Sebuah kampung kecil didaerah tersebut yang dikenal sebagai kampung katolik, karena mayoritas penghuninya beragama katolik dan sejumlah aset misi katolik ada di wilayah itu, termasuk Gua Maria Tombang dan Biara Susteran SSPS.

Siapakah sosok itu, dia adalah Pater Agus Alfons Duka, SVD. Pater Agus adalah Imam SVD yang telah menjalankan misi tugasnya di sejumlah negara, kemudian bertugas di KWI Jakarta, lalu menjadi pengajar di STFK Ledalero dan saat ini mengemban tugas yang terbilang berat sebagai Direktur Zero Human Traffiking Network dan Eksekutive Direktur Vivat Internationale yang berkedudukan di Jakarta. Dua lembaga ini merupakan sebuah institusi perjuangan kemanusiaan dengan misi menyelamatkan manusia, melawan para mafioso dalam tindakan biadab melakukan perdagangan orang atau yang kita kenal dengan sebutan human traffiking.

Lantas bagaimana ceritera Pater Agus tentang mafia dan sindikat perdagangan orang, mulai dari perekrutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) oleh para calo, modus operandinya, hingga penyiksaan TKI yang berujung kematian, dan tindakan keji adanya penjualan organ tubuh manusia di pasar gelap.

Pater Agus ketika tampil tampil sebagai nara sumber dalam kegiatan yang difasilitasi WKRI Cabang Alor pada sore hingga malam hari tersebut menjelaskan, berdasarkan data yang ada, sekitar 1,9 juta Warga Negara Indonesia (WNI) bekerja di luar negeri sebagai TKI dengan tidak memiliki dokumen resmi. NTT, daerah kita merupakan salah satu penyumbang terbesar bersama dengan beberapa provinsi lainnya untuk hal ini.

Ketua WKRI Alor, Kuntari dan peserta yang mengikuti kegiatan perangi perdagangan orang

Berkaitan dengan hal ini, jelas Pater, pihaknya pernah meminta data dari pihak berwenang, namun mereka mengatakan untuk NTT jumlahnya kecil, tetapi investigasi yang dilakukan menemukan adanya hubungan bahwa banyak TKI kita yang tidak memiliki dokumen resmi.

"Saya jalankan tugas di Malaysia dan menemukan banyak saudara kita dari NTT yang kerja disana tanpa dokumen resmi. Termasuk beberapa keluarga saya ditemukan disana," ungkap Pater Agus.

Dalam investigasi yang ada, perdagangan orang ini dalam aktivitasnya ada kegiatan mobilisasi, direkrut, diangkut, ditampung, dan diterima. Kemudian siapa yang bermain disini, mereka adalah para calo. Lalu calo itu siapa, mereka adalah keluarga kita sendiri, orang-orang terdekat kita.

Dalam perekrutan TKI ilegal ini, biasanya korban dipaksa, dibujuk, diculik, ditipu dan diperdaya. Mereka-mereka sedih nasibnya, dieksploitasi. Nasib pilu mereka tidak sampai disitu saja, namun ketika sudah sampai ke negeri orang, mereka di jual dan kemudian adanya pelecehan seksual, kerja paksa, perbudakan, hingga kematian menjemput, dan organ tubuh mereka diperjual-belikan.

Mengapa masyarakat kita menjadi korban TKI ilegal, menurut Pater Wartawan ini, pihak mafia terutama para calo yang melakukan perekrutan menjalankan akal bulusnya dengan modus operandi membujuk korban atau orang tua korban dan keluarga dengan menjanjikan gaji yang besar. Orang tua atau keluarga diberikan uang sirih-pinang, dan sadisnya atau memprihatinkan sekali para calon ini adalah 60 persennya adalah keluarga atau orang dekat.

Pater Agus dan umat menyatakan tolak perdagangan orang

Modus berikutnya selain iming-iming gaji besar, adalah melalui tawaran-tawaran melalui media sosial, ada juga istilah pengantin pesanan (lebih banyak terjadi di sejumlah daerah di Jawa), ditawari menjadi anak angkat, membantu dengan beasiswa, dan ada juga yang memanfaatkan mimbar sakral oleh pihak tertentu.

"Masalah yang terjadi ini akibat ketiadaan lahan pekerjaan, sulit mendapatkan pekerjaan, kebutuhan meningkat; biaya pembangunan rumah dan pendidikan serta tuntutan kebutuhan pangan, sandang, papan, dan pulsa, serta beberapa akar persoalan yang beririsan erat dengan ironi kemiskinan lainnya. (Bagian pertama/Bersambung).***

Editor: Okto Manehat

Terkini

Terpopuler