Semua Stakeholder di Alor Wajib Tangani 1 Anak Stunting, Singhs :Contoh Kapolsek ABAD dan Kodim

12 November 2022, 23:28 WIB
Kegiatan penanganan Stunting di Kabupaten Alor /

 

MEDIA KUPANG- Pemerintah Provinsi NTT dan semua Kabupaten/Kota termasuk Kabupaten Alor terus berupaya melakukan penangganan stunting guna menyelamatkannya generasi bangsa dan daerah ini untuk menjadi generasi yang sehat dan unggul. Apalagi Pemerintah Provinsi NTT menyadari bahwa berdasarkan data yang ada NTT merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah angka stunting yang tinggi.

Disatu sisi program penangganan stunting ini menjadi agenda prioritas nasional dan mendapat perhatian khusus Presiden Jokowi, serta di NTT Gubernur, Viktor Bungtilu Laiskodat mematok penurunan angka stunting di NTT pada tahun 2023 turun pada angka 12-10 persen. Demikian pula di Kabupaten Alor, Bupati, Drs. Amon Djobo menargetkan angka stunting di tahun 2023 di bumi Nusa Kenari berada dibawah 10 persen.

Demikian Intisari dari kegiatan FGD dan Rekonsialisasi Penurunan Stunting di Kabupaten Alor yang digelar Tim Satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten Alor yang berlangsung di Aula Hotel Pulo Alor, Kota Kalabahi pada Kamis dan Jumat, 10-11 November 2022. Kegiatan ini dibuka Wakil Bupati Alor, Imran Duru, S.Pd, M.Pd selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Alor.

Hadir dalam kegiatan ini Ketua Satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi NTT, Beni Benu dan tim dari Kupang, Wakil Ketua DPRD Alor, Sulaiman Singhs, SH selaku Pengarah tim percepatan penurunan stunting, Kepala Bapelitbang Kabupaten Alor, Obeth Bolang, S.Sos, M.AP, selaku Ketua Pokja Penangganan Stunting Kabupaten Alor, Kepala Badan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Alor, Syaifuddin Djawa, SH selaku Sekretaris Pokja, Dandim 1622 Alor, Letkol TNI Amir Syarifudin, SH, Wakapolres Alor, Kompol Jamaludin, Pejabat yang mewakili Kajari Alor, Rosyid, SH, dan pejabat dari instansi terkait lainnya.

Terhadap kegiatan tersebut, Wakil Ketua DPRD Alor, Sulaiman Singhs, SH dalam sesi kegiatan rekonsiliasi dalam arahannya menjelaskan, pada sesi FGD telah disampaikan sejumlah point penting untuk dijadikan kesepakatan sebagai langkah awal dalam proses penurunan angka stunting di Kabupaten Alor.

Beberapa item pointer penting yang digagas, ungkap Singhs, model implementasi orang tua stunting atau semua stakeholder (mitra) wajib menangani 1 anak Stunting, patut ditindaklanjuti. Bentuk implementasi ini dapat kita contohi dari Kapolsek Alor Barat Daya (ABAD), IPTU. Jeane Sakalla dan Kodim 1622 Alor, karena telah melakukan hal nyata meski dengan inisiatif sendiri.

"Urus stunting ini jangan saling lempar tanggungjawab. Apa yang dibuat Ibu Kapolsek ABAD itu luar biasa sekali. Sekitar 30-an anak diurusnya. Ini patut dicontohi," tandas Singhs.

Selain tentang implementasi orang tua asuh, Singhs juga menekankan pada pointer pengalokasian APBDes untuk penangganan stunting yang merupakan sebuah kewajiban, karena menurut Singhs dalam Dana Desa ada anggaran yang berhubungan dengan ketahanan pangan yang dapat dimanfaatkan untuk penangganan stunting.

Terkait dengan komitmen anggaran, Singhs menegaskan, pihaknya dalam menjalankan tugas budget di DPRD akan mengawal dalam sidang anggaran berkaitan dengan kebijakan-kebjakan pemerintah yang dialokasikan untuk penangganan stunting merupakan bagian dari program prioritas, karena merupakan pengejawantahan dari program Pemerintah Daerah Alor Sehat.

Sementara itu Ketua Satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi NTT, Beni Benu yang memandu jalannya kegiatan tersebut menjelaskan, kegiatan rekonsiliasi yang digelar untuk menyamakan usulan-usulan yang muncul dalam FGD. Penyamaan ini tentu karena ada perbedaan-perbedaan.

Selanjutnya dalam penyamaan usulan yang ada, disepakati empat point penting sebagai rekomendasi tindak-lanjut pelaksanaan percepatan penurunan stunting di Kabupaten Alor, yakni pertama, optimalisasi tim percepatan penurunan stunting (TPPS). Kedua, model konvergensi dalam kerja kolaboratif. Ketiga, implementasi program orang tua peduli stunting (OTPS) atau bapak asuh anak Stunting (BAAS). Dan keempat, pengalokasian APBDes untuk penangganan stunting.

Dari empat point' kesepakatan tersebut, dijabarkan lagi secara kongkrit dalam 15 item kegiatan, antara lain, semua stikerholder (mitra) wajib menangani 1 anak Stunting, memastikan alokasi APBDes untuk penangganan stunting, dan dana aspirasi DPRD harus tertuju ke sasaran dan lokus stunting.

Foto bersama kegiatan penangganan stunting di Kabupaten Alor

Untuk masalah stunting di NTT ini, Benu dalam paparan materinya mengatakan, NTT secara nasional merupakan daerah yang tertinggi angka stunting. Jumlah angka stunting di NTT hingga bulan Agustus 2022 sebesar 17 persen atau terdapat 77. 338 anak stunting . Sedangkan keluarga beresiko stunting sebanyak 603.893 keluarga.

Terhadap jumlah tersebut, Pemerintah Provinsi NTT melakui Gubernur dan Wakil Gubernur menargetkan di tahun 2023 jumlah stunting di NTT harus turun 12-10 persen dan di tahun 2024 Zero stunting. Untuk itu semua pihak diminta untuk bekerjasama dan bekerja keras, sebab untuk menurunkan 7 persen jumlah stunting bukan sebuah pekerjaan yang mudah.

Benu mengungkapkan, stunting bukanlah penyakit, namun stunting adalah gangguan pertumbuhan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang dan tinggi badan yang berada dibawah standart yang ditetapkan oleh Menteri yang mengurus kesehatan.

Penyebabnya, Benu menyebutkan, pengaruh gizi buruk, pengaruh jarak kelahiran dekat, pengaruh sanitasi yang buruk, pengaruh lahir berat badan rendah, pengaruh pendidikan ibu rendah, pengaruh pendapatan rendah atau kemiskinan, pengaruh ASI yang tidak ekslusif, dan pengaruh imunisasi yang tidak lengkap.

Dampak dari anak Stunting, lanjut Benu, yakni anak berbadan lebih pendek dari anak seusianya, tinggi badan dibawah dari rata-rata, menggangu metabolisme, pertumbuhan, dan massa otot, tingkat kecerdasan anak rendah dengan menurunnya daya serap yang berimbas pada produktivitas dan kreatif anak, serta beresiko timbul penyakit degeneratif, seperti jantung dan hipertensi.

Sementara itu Kepala Bapelitbang Kabupaten Alor, Obeth Bolang dalam kegiatan tersebut menyampaikan materi tentang upaya penangganan stunting yang dilakukan di Kabupaten Alor dengan sejumlah intervensi program, sehingga jumlah stunting yang sebelumnya berada di angka 14 persen lebih, dan saat ini di tahun 2022 jumlah angka stunting untuk Kabupaten Alor turun menjadi 11,7 persen. Dan untuk target tahun 2023 berada pada angka 7 persen.

Sesi materi dalam kegiatan penangganan stunting di kabupaten Alor

Sedangkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Alor, Syaifudin Djawa, SH mengatakan, masalah stunting di Kabupaten Alor menjadi perhatian serius Bupati Alor, Drs.Amon Djobo dan Wakil Bupati, Imran Duru, S.Pd, M.PD. Oleh karena itu komitmen dari kedua pemimpin daerah tersebut agar di tahun 2023 angka stunting di Alor bisa berada dibawah 10 persen atau 7 persen yang ditarget.

Untuk itu, Djawa mengajak, semua pihak saling bersinergi dengan tugas dan program yang ada dalam melakukan keroyokan guna menangani masalah stunting, sesuai target yang akan dicapai untuk menyelematkan generasi bangsa dan daerah ini.

Untuk diketahui, Tim Satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi NTT selain menggelar kegiatan FGD dan Rekonsialisasi, juga melakukan peninjauan lapangan di Kecamatan Teluk Mutiara untuk melihat secara langsung anak Stunting dan penangganan oleh petugas.***

Editor: Okto Manehat

Tags

Terkini

Terpopuler