Vivat Internationale Gandeng WKRI Alor Perangi Perdagangan Orang,'Calo, Peti Mati Hingga Penjualan Organ Tubuh

- 22 Februari 2022, 07:35 WIB
Pater Agus Duka didampingi Romo Andi Luan dan Ketua WKRI Alor, Kuntari
Pater Agus Duka didampingi Romo Andi Luan dan Ketua WKRI Alor, Kuntari /

"Saya jalankan tugas di Malaysia dan menemukan banyak saudara kita dari NTT yang kerja disana tanpa dokumen resmi. Termasuk beberapa keluarga saya ditemukan disana," ungkap Pater Agus.

Dalam investigasi yang ada, perdagangan orang ini dalam aktivitasnya ada kegiatan mobilisasi, direkrut, diangkut, ditampung, dan diterima. Kemudian siapa yang bermain disini, mereka adalah para calo. Lalu calo itu siapa, mereka adalah keluarga kita sendiri, orang-orang terdekat kita.

Dalam perekrutan TKI ilegal ini, biasanya korban dipaksa, dibujuk, diculik, ditipu dan diperdaya. Mereka-mereka sedih nasibnya, dieksploitasi. Nasib pilu mereka tidak sampai disitu saja, namun ketika sudah sampai ke negeri orang, mereka di jual dan kemudian adanya pelecehan seksual, kerja paksa, perbudakan, hingga kematian menjemput, dan organ tubuh mereka diperjual-belikan.

Mengapa masyarakat kita menjadi korban TKI ilegal, menurut Pater Wartawan ini, pihak mafia terutama para calo yang melakukan perekrutan menjalankan akal bulusnya dengan modus operandi membujuk korban atau orang tua korban dan keluarga dengan menjanjikan gaji yang besar. Orang tua atau keluarga diberikan uang sirih-pinang, dan sadisnya atau memprihatinkan sekali para calon ini adalah 60 persennya adalah keluarga atau orang dekat.

Pater Agus dan umat menyatakan tolak perdagangan orang
Pater Agus dan umat menyatakan tolak perdagangan orang

Modus berikutnya selain iming-iming gaji besar, adalah melalui tawaran-tawaran melalui media sosial, ada juga istilah pengantin pesanan (lebih banyak terjadi di sejumlah daerah di Jawa), ditawari menjadi anak angkat, membantu dengan beasiswa, dan ada juga yang memanfaatkan mimbar sakral oleh pihak tertentu.

"Masalah yang terjadi ini akibat ketiadaan lahan pekerjaan, sulit mendapatkan pekerjaan, kebutuhan meningkat; biaya pembangunan rumah dan pendidikan serta tuntutan kebutuhan pangan, sandang, papan, dan pulsa, serta beberapa akar persoalan yang beririsan erat dengan ironi kemiskinan lainnya. (Bagian pertama/Bersambung).***

Halaman:

Editor: Okto Manehat


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x