Jauh dari Standar WHO, AIPKI Minta Moratorium Fakultas Kedokteran Dicabut

- 25 Juni 2022, 12:49 WIB
Alat kesehatan
Alat kesehatan /ilustrasi /Pixabay/fernando zhiminaicela/

 

MEDIA KUPANG -  Pada Muktamar Nasional Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) XI pada 10-12 Juni 2022 di Jakarta, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan bahwa Indonesia masih membutuhkan banyak tenaga dokter.

Dijelaskan, berdasarakan standar World Health Organization, 1 dokter melayani 1.000 orang penduduk. Sementara di Indonesia belum mencapai angka itu. Artinya, kita masih perlu banyak tenaga dokter untuk melayani kesehatan rakyat Indonesia.

Menyikapi hal itu, Sophan Y Warnasouda, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Pasundan Bandung menyampaikan pandangannya. Tulisannya dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat edisi 24 Juni 2022. Berikut ini tulisan lengkapnya. Kepada pembaca yang bijak lagi bestari, selamat membaca.


Baca Juga: Berangkat ke Ukraina, Presiden Jokowi Bakal Dikawal Personil Elit dari Kopassus, Denjaka, Paskhas

Permasalahan yang kita hadapi tentu bukan sekadar jumlah dokter yang belum mencukupi. Distribusi tenaga dokter memerlukan kebijakan pemerataan ke seluruh wilayah.

Realitanya, banyak tenaga dokter masih menumpuk di kota-kota besar, pusat bisnis. Ada pula permasalahan di suatu daerah, gangguan keamanan misalnya atau insentif bagi tenaga dokter yang kurang menarik dan sebagainya.

Belum lagi lulusan dokter sekira 3.000 orang yang ”terganjal” standar kompetensi nasional berupa Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).

Walau sudah lulus dari fakultas kedokteran, para dokter muda itu belum dapat meneruskan proses administrasi untuk mendapatkan surat izin praktik (SIP).


UKMPPD merupakan ujian yang diselenggarakan negara bagi calon dokter untuk mendapatkan gelar dokternya. Tujuannya, supaya mendapat sertifikat kompetensi dan ijazah dokter.


Moratorium

Untuk menjawab kekurangan tenaga dokter, tentu tidak terlepas dari jumlah produsen tenaga dokter yaitu fakultas kedokteran, baik negeri maupun swasta.

Pada muktamar, hadir sekira 88 anggota AIPKI. Jumlah itu mencerminkan ”pabrik dokter” masih kurang. Perlu menambah institusi/fakultas kedokteran.

Dengan demikian, kebijakan moratorium fakultas kedokteran di Indonesia harus dibuka kembali. Namun, pembukaan fakultas kedokteran baru tak berarti dimudahkan izin pendiriannya.

Persyaratan yang telah ditetapkan tetap harus dipenuhi. Salah satunya, institusi/fakultas kedokteran harus memiliki sarana dan prasarana berupa gedung perkuliahan lengkap yang memadai berikut laboratoriumnya.

Dua tahun setelah izin diberikan, harus mempunyai rumah sakit pendidikan (RSP) sendiri. Dari syarat satu itu saja, pada kenyataannya masih banyak yang terkena ”penalti” karena belum mempunyai RSP sendiri, termasuk institusi pendidikan kedokteran negeri.

Memang berat dan sulit untuk mendirikan institusi pendidikan kedokteran yang ideal karena membutuhkan biaya tinggi untuk pemeliharaannya.

Belum lagi sumber daya manusianya (tenaga dosen yang dokter dan strata dua/S-2), baik praklinik maupun klinik, bahkan juga dokter spesialis. ***


Editor: Longginus Ulan

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x