Dua Saksi Mahkota Saling Beri Kesaksian Dalam Lanjutan Sidang Korupsi DAK Pendidikan Alor

- 12 Agustus 2022, 14:31 WIB
Foto dokumen Alberth Ouwpoly dan Khairul Umam di Rutan Kupang
Foto dokumen Alberth Ouwpoly dan Khairul Umam di Rutan Kupang /

 

Dua Saksi Mahkota Saling Beri Kesaksian Dalam Lanjutan Sidang Korupsi DAK Pendidikan Kabupaten Alor

MEDIA KUPANG- Dua orang saksi mahkota, yakni KPA Alberth N. Ouwpoly dan PPK Khairul Umam yang saat ini duduk dikursi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan DAK Pendidikan Kabupaten Alor tahun anggaran 2019 saling memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang kasus tersebut yang digelar di Pengadilan Tipikor Kupang, pada Selasa 9 Agustus 2022.

Kedua terdakwa yang menjadi saksi mahkota ini tidak hadir secara langsung di Pengadilan Tipikor, namun keduanya memberikan kesaksiannya secara daring dari Rutan Kupang.

Kasie Pidsus Kejari Alor, Ardi Putro Wicaksono, SH yang juga JPU perkara tersebut kepada MEDIA KUPANG pada Rabu 10 Agustus 2022 melalui pesan Whatsapp secara garis besar menjelaskan, intinya terkait fakta persidangan tersebut, PPK Khairul Umam menyatakan bahwa dirinya sebagai PPK untuk melaksanakan kegiatan DAK 2019 ditunjuk oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor, Alberth N. Ouwpoly.

Khairul Umam juga dalam kesaksiannya mengatakan, bahwa dirinya memahami bagaimana mekanisme yang dilaksanakan swakelola, sehingga tidak perlu adanya PPK, tetapi yang ada adalah Panitia Pembangunan Sekolah dan Dinas Pendidikan. Namun karena SK (Surat Keputusan) yang ditugaskan oleh Kepala Dinas Pendidikan menunjuk dirinya sebagai PPK, sehingga Ia melaksanakan tugasnya sebagai PPK sesuai tupoksi seorang PPK.

Umam juga menyebutkan, bahwa yang menunjuk penyedia dalam pekerjaan tersebut adalah atas rekomendasi Kepala Dinas Pendidikan melalui Esa Heo, dan dirinya sendiri.

"Akibat penunjukan seperti ini, sehingga yang mengerjakan swakelola adalah penyedia atau pihak ketiga yang tidak semuanya memiliki kapabilitas sesuai kegiatan DAK. Penyedia ini ada yang wiraswasta, mahasiswa, pedagang dan lain-lain, " jelas Ardi.

Untuk saksi Alberth N. Ouwpoly, kata Ardi, mengungkapkan bahwa mekanisme swakelola yang digunakan sudah sejak tahun-tahun sebelumnya, namun atas ketidakmampuan sekolah, maka dibentuk pendamping kegiatan atau penyedia.

Sementara itu, Penasehat Hukum Khairul Umam, Melkzon Beri, SH, M.Si kepada MEDIA KUPANG berkaitan dengan sidang yang menghadirkan saksi mahkota tersebut, menjelaskan terkait dengan penunjukan panitia, kliennya mengungkapkan bahwa, ketika itu ada telepon dari Kepala Dinas Pendidikan bahwa dia titip catatan lewat Esa Heo. Umam diminta tolong terima catatan itu dan melihat secara baik. Jika ada orang yang namanya tidak ada dalam catatan itu ditolak tidak memberikan pekerjaan.

Kliennya Umam , kata Melkzon, dalam persidangan ini sengat jujur bahwa memang pekerjaan tersebut swakelola, namun dikerjakan oleh pihak ketiga. Ini karena berdasarkan arahan dari kadis. Umam juga jujur terbuka bahwa hanya 14 rekanan untuk pekerjaan kegiatan itu adalah penunjukan darinya. Kejujuran Umam ini mendapat apresiasi dari Majelis Hakim.

Melkzon melanjutkan, pengakuan Umam bahwa berkaitan dengan pekerjaan tersebut ada catatan tangan juga untuk tahun 2019. Selain itu ada komitmen fee 40 persen dan 60 persen.

Berhubungan dengan kesaksian Umam ini, ungkap Melkzon, oleh Pak Alberth Ouwpoly tidak mengakuinya, termasuk dengan kesaksian Umam tentang pemberian uang dari Kepala Sekolah, tidak salah SMPN Pandai memberikan Rp20 juta yang diserahkan melalui Umam.

"Jadi Umam mengungkapkan faktanya bahwa, awalnya kepsek itu menghadap Kadis untk menyampaikan terimakasih. Tetapi Kadis bilang kasih umam baru Umam serahkan kepadanya. Lalu Kepsek datang bertemu Umam. Saat itu ada komunikasi lewat telepon ke Umam bahwa nanti ada orang pergi bawa uang, terima saja. Tetapi Kadis menyangkal bahwa tidak pernah terima uang. Sehingga Umam saat itu bilang bahwa dirinya antar uang itu saat jam kerja siang hari, dan kemudian diterima secara langsung oleh Kadis," jelas Melkson sambil mengatakan biarlan nanti Majelis Hakim yang menilai.

Melkzon melanjutkan, Umam juga dalam kesaksian itu menjelaskan tentang pekerjaan, yakni berkaitan dengan gambar meubeler. Dimana gambar ini dikerjakan oleh Jamaludin, sedangkan tidak masuk dalam tim fasilitator dan tim fasilitator tengah konsentrasi pada pekerjaan fisik, kemudian Jamaludin diminta secara sukarela agar mengerjakan. Sehingga menurut pengakuannya ia tidak dibayar.

Namun, fakta dalam analisa tim Inspektorat ditemukan pengelolaan yang tidak wajar sebesar Rp105 juta, dan dalam pemeriksaan saksi bendahara dalam sidang sebelumnya tidak ada pengeluaran uang untuk Jamaludin, karena yang bersangkutan tidak ada SK. Lalu uang Rp105 juta itu dibayar ke siapa.

"Memang beberapa kali Jamaludin datang, tapi bendahara tidak layani, karena tidak ada SK, lalu siapa yang membayar, dan faktanya dalam bukti-bukti yang diajukan Jaksa dalam daftar bukti yang kami miliki itu juga tidak ada kwitansi pembayaran terhadap Jamaludin, sehingga terhadap pembayaran yang tidak wajar itu biarlah majelis yg menilai," tandas Melkzon.

Melkzon menambahkan, terkait dengan pekerjaan meubeler dan sejumlah pekerjaan ditemukan yang disebutkan kekurangan volume, Majelis Hakim memandang perlu untuk pemeriksaan lapangan. Sehingga kemungkinan agenda berikutnya adalah pemeriksaan lapangan dengan pendekatan sampling atau tidak mengelilingi seluruhnya.


Mario Lawung : Kliennya Hanya Pada Tingkat Perencanaan

Sementara Mario Lawung, SH, MH Kuasa Hukum dari Alberth N. Ouwpoly kepada MEDIA KUPANG menjelaskan, dalam sidang yang digelar sebelumnya menyangkut kesaksian-kesaksian dari saksi-saksi sebelumnya menyangkut prosedur pelaksanaan DAK di Kabupaten Alor, kemudian yang dikejar Majelis apakah DAK dikerjakan secara swakelola atau penyedia.

Faktanya, ungkap Mario, ada yang dikerjakan swakelola oleh sekolah dan ada yang oleh penyedia. Penyebabnya ada sekolah-sekolah yang datang menyatakan bahwa mereka minta bantuan karena tidak mampu melaksanakan pekerjaan itu, sehingga akhirnya dilakukan oleh penyedia tetapi dalam hal ini kontrak dan keuangannya dikelola oleh sekolah, dan pembayarannya langsung ke Kepala Sekolah (Kepsek) dan kepsek menyerahkan kepada penyedia.

Mengenai pembangunan fisik, jelas Mario, kliennya mengeluarkan 3 surat, yakni Penetapan PPK, Penetapan Tim Teknis, dan Fasilitator, dan tim tekhnis ini juga termasuk tim penerima hasil pekerjaan.

Terkait peran kliennya, Mario mengatakan, sejauh ini terungkap dalam fakta persidangan. Kliennya hanya pada tingkat perencaan pelaksanaan, dimana kliennya Alberth terakhir yang dilakukan itu memanggil Kepsek dan mengadakan rapat di Dinas. Sedangkan ditingkat pelaksaa, itu pure dilakukan oleh PPK.

Mario melanjutkan, yang disampaikan Umam tentang memo dari kliennya, ternyata Umam menyampaikan memo tersebut adalah memo tahun 2018 yang mana nama-nama sekolahnya berbeda dengan kegiatan tahun anggaran 2019..

Sedangkan terkait dengan Kepsek SMP Pandai memberikan uang, itu uang ke Umam, dan ada tanda terimanya. Jadi kesaksian Umam bahwa uang itu dikasih ke Alberth tidak bisa dibuktikan "tanda terimanya di Umam, Alberth tidak terima, dan Kepsek Pandai tidak diperiksa soal itu sepanjang ini," tandas Mario.

Mario melanjutkan, dalam kesaksian juga mengatakan tentang peran Esa Heo, tetapi kenyataanya dalam pemeriksaan tentang meubeler oleh saksi-saksi terakhir 2 minggu lalu, penyedia meubeler dalam pengakuan riil mendapat pekerjaan lewat informasi dari Esa Heo, namun ternyata setelah dia mengerjakan proyek itu dia memberikan kepada Umam itu sejumlah uang, Kepsek Rp2 juta, dan Jamaludin Rp2,5 juta.

"Kalau memang Esa Heo yang kasih pekerjaan, kenapa kasi ke Umam fee nya. Begitupun untuk kliennya Alberth sampai sejauh ini tidak pernah mendapat keterangan saksi baik dalam BAP maupun dalam fakta persidangan tentang ada pemberian uang kepada Alberth. Tidak ada itu," ungkap Mario.

Mario menambahkan, Bicara dalam Surat Dakwaan bahwa Deni Karpui mengantar sapi kepada Alberth, tetapi Deni Karpui tidak dihadirkan dipersidangan, demikian juga tentang peran Anis Heo tidak pernah dihadirkan di persidangan, maupun juga Goliat Saiputa dalam dakwaan tetapi tidak pernah dihadirkan dalam persidangan.

"Jika demikian, lalu bagaimana kita mau membuktikan isi surat dakwaan. Ini hanya keterangan sepihak dari Umam tapi pembuktian riilnya tidak terjadi," tegas Mario.***

Editor: Okto Manehat


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah