Setelah Dituntut Mati Kejari Alor,Ini Nota Pembelaan PH Mantan Vikaris SAS

- 2 Maret 2023, 20:31 WIB
Penasehat Hukum mantan Vikaris SAS, Yefta O. Djahasana, SH
Penasehat Hukum mantan Vikaris SAS, Yefta O. Djahasana, SH /

Setelah Dituntut Mati Kejari Alor, Ini Nota Pembelaan Kuasa Hukum Dari Mantan Vikaris SAS Dalam Kasus Persetubuhan Anak

MEDIA KUPANG- Sidang Kasus Kekerasan Seksual atau persetubuhan terhadap lebih dari satu orang anak yang dilakukan pelaku mantan Vikaris, SAS kembali menjadi perhatian publik setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Alor menyatakan tuntutan pidana hukuman mati pada sidang dengan agenda tuntutan yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi, pada Rabu, 22 Februari 2023 pekan lalu.

Atas Tuntutan JPU tersebut, maka Penasehat Hukum dari terdakwa SAS yang terdiri dari dari Yefta O. Djahasana, SH, Estafanus A.K. Mabilehi, SH, dan Fredrik Sanapada, SH melakukan pembelaan terhadap kliennya SAS dalam sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan yang digelar pada Rabu 1 Maret 2023.

Jalannya persidangan ini dipimpin oleh Majelis Hakim PN Kalabahi yang diketuai RM. Suprapto dan Hakim Anggota Yon Mahari dan Datu Hanggar Jaya Ningrat. Sidang tersebut berlangsung secara virtual atau online dan tertutup. Penasehat Hukum dari SAS membacakan nota pembelaannya dari Kantor Lapas Kelas IIB Kalabahi, dan JPU Kejari Alor, Zulkarnaen dan Roesli menghadiri sidang ini dari Kantor Kejari Alor.

Yefta O. Djahasana, SH, Penasehat Hukum terdakwa SAS seusai sidang pembelaan tersebut kepada Wartawan menjelaskan, intinya pihaknya memohon kepada Majelis Hakim untuk berkenan menjatuhkan putusan terhadap kliennya, yakni pertama, menyatakan seluruh Dakwaan Penuntut Umum belum seutuhnya terbukti secara sah dan meyakinkan, karena enam dampak (disebutkan dalam dakwaan) akibat perbuatan terdakwa seperti terurai dalam pasal 81 ayat 5 "korban lebih dari satu terpenuhi, namun akibat lain dari unsur pidana pasal tersebut diatas, yaitu korban mengalami luka berat, korban mengalami penyakit menular, korban mengalami terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi dan atau korban meninggal dunia tidak terpenuhi.

Kedua, meringankan hukuman terdakwa SAS dari segala dakwaan JPU, atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Ketiga, atau setidak-tidaknya apabila Yang Mulya (Hakim) berpendapat lain maka mohon kiranya terdakwa dapat dijatuhi hukuman kurungan di bawah dari tuntutan JPU. Dan keempat, apabila Yang Mulya berpendapat lain mohon kira diputus yang seadil-adilnya.

Sebelum sampai ke Permohonan ini, Penasehat Hukum SAS dalam nota pembelaannya menjelaskan dengan cermat pada bagian pendahuluannya, selanjutnya tentang dakwaan dan tuntutan, fakta- fakta persidangan, dan analisa fakta.

Dalam analisa fakta, jelas Djahasana, pada bagian analisa yuridis, bahwa pertama, Ke Satu : Pasal 81 ayat (2), ayat (5) UU RI No.17 tahun 2016 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dua, Ke Dua : Pasal 81 ayat 1, ayat (5) UU RI No.17 tahun 2016 Jo pasal 76D UU RI No.35 tahun 2014 Jo pasal 65 ayat (1) KUHP bahwa karena dakwaan JPU disusun secara alternatif, maka JPU membuktikan dakwaan yang menurut JPU terbukti yaitu dakwaan alternatif Ke Dua.
Dengan uraian unsur-unsur sebagai berikut, yakni Pasal 81 ayat (1) Unsur setiap orang, bahwa berdasarkan keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan bukti surat, maka unsur ini terpenuhi. Untuk itu, Penasehat Hukum mohon dengan rendah hati dan rasa salah serta penyesalan, mohon Majelis Hakim memeriksa dan mengadili perkara ini oleh menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya untuk menghukum terdakwa.

Untuk Unsur melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain, jelas Djahasana, menurut analisis yuridis pihaknya unsur yang disebutkan tersebut termasuk dengan disebutkan akibatnya yaitu selaput darah ada robekan lama, tepi rata, sampai ke dasar, lokasi searah jam 6 dan jam 12, akibat kekerasan benda tumpul yang melewati liang senggama sebagaimana bunyi Visum Et Reperpum (VER) dari saksi korban, namun tegas Djahasana, disayangkan bukti hasil VER dianggap kurang relevan, dan jangka waktu terjadi peristiwa persetubuhan dengan jangka waktu penerbitan hasil VER yang cukup jauh Jangka waktunya.

Menurut Penasehat Hukum dalam nota pembelaan tersebut, bahwa terdakwa telah mengakui perbuatannya, menyesali perbuatan dan kesalahannya dan telah meminta maaf melalui media massa FB dan pada saat persidangan, serta memohon dengan kerendahan hati dan rasa salah serta penyesalan sejati dan berdasarkan kutipan dalam Kitab Injil (Matius 6:12,14 dan 15).

Maka dari itu, Penasehat Hukum memohon kepada Majelis Hakim boleh menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya untuk menghukum terdakwa dengan mempertimbangkan, pertama, Pasal 28a UUD 1945 "seseorang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Kedua, Pasal 365 ayat (4) KUHPidana "diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh 2 orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.

Ketiga, Pasal 100 KUHP Baru, menyatakan bahwa eksekusi mati baru dapat dilakukan setelah melalui masa percobaan 10 tahun. Dengan demikian jika dalam 10 tahun terpidana berkelakuan baik dan menyesali perbuatannya , maka hukuman mati diganti dengan penjara seumur hidup.

Keempat, bahwa Isyu krusial dalam pasal 100 KUHP Baru, menjelaskan bahwa Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun, jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan harapan untuk diperbaiki, dan peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting, serta ada alasan yang meringankan.

Selanjutnya masih dalam bagian keempat, yakni pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan, berikutnya tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai satu hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, berikutnya lagi jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan MA, dan berikutnya jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang tidak terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Kelima, Kajian Teologis tentang penolakan terhadap hukuman mati yang dikaji oleh Majelis Pekerja Harian PGI (Persatuan Gereja Indonesia) Ketua Umum Pdt.Dr.Henriette T. Hutabarat Lebang dan Sekretaris Umum Pdt.Gomar Gultom. Keenam, moratorium hukuman mati demi kemanusiaan yang adil dan beradab ditulis Pdt. Gomer Gultom . Dan Ketujuh, link https://YouTube.belczxIu9CPL98 yang menjelaskan tentang pandangan PGI terhadap hukuman mati.

Djahasana pada kesempatan itu setelah menjelaskan kepada Wartawan tentang nota pembelaan tersebut, juga mengungkapkan bahwa sidang lanjutan kasus tersebut akan digelar lagi pada Jumat 3 Maret 2023 dengan agenda Replik, dan sidang berikutnya dengan agenda Duplik akan digelar pada Senin 6 Maret 2023, dan selanjutnya baru digelar sidang dengan agenda Putusan.***

Editor: Okto Manehat


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x