ACIL Ende : Tata Kelola Sampah di Kota Ende Belum Maksimal

- 26 Desember 2020, 21:16 WIB
/

MEDIA KUPANG.COM - Masalah sampah di Kota Ende sudah terus menjadi sorotan. Sejumlah langkah penanganan telah dilakukan tapi tak menemui titik terang. Hal ini bisa dirasakan saat memasuki musim hujan seperti sekarang.

Menumpuknya sampah di sejumlah saluran draninase kota menyebabkan meluapnya air hujan ke badan jalan. Sampah terbawa air dan tersebar di sejumlah titik. Selain merusak keindahan kota, sampah juga bisa jadi sumber penyakit.

Ketua Anak Cinta Lingkungan (ACIL) Ende, Umar Hamdan saat ditemui ruang kerjanya 24 Desember 2020 menuturkan, persoalan sampah di Kota Ende disebabkan oleh sejumlah faktor. Di antaranya, munculnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) liar di sejumlah titik.

Selain itu, kata Hamdan, rendahnya kesadaran masyarakat menyebabkan lingkungan tercemar. Masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya.

"Kita punya masyarakat buang sampah sembarang. Rendah sekali kesadaran. Belum lagi petugas sampah yang telah ambil sampah," bebernya.

Di sisi lain, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Petrus Djata menemukan masalah lain yakni TPA yang sudah melampaui kapasitas. Padahal, produksi sampah di Kota Ende mencapi 38,01 ribu ton per hari.

Lebih lanjut, ujar Djata, pemerintah pusat sendiri sudah mengumumkan target pengurangan sampah hingga 30% pada tahun 2025.

"Untuk mengatasi penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah kelebihan kapasitas, maka sampah seharusnya dipilah dulu mulai dari rumah tangga Secara sederhana, sampah di Ende minimal terpilah menjadi dua jenis yaitu sampah anorganik (plastik dan kardus) dan organik (sisa-sisa makanan)" kata dia.

Dua Upaya Pemerintah yang Belum Maksimal

Djata menyampaikan upaya yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup yaitu 3R (Reduce, Reuse, and Recycle) atau TPS-3R dan bank sampah menjadi dua program andalan pemerintah daerah untuk mencapai target tersebut.

TPS-3R dan bank sampah merupakan dua program pemerintah yang diharapkan bisa mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan pemilahan sampah.

Kegiatan di TPS-3R mencakup daur ulang sampah anorganik (plastik dan kardus) dan pengolahan sampah organik (sisa makanan menjadi kompos).

TPS-3R biasanya memiliki teknologi pencacah sampah dan pengayak kompos yang lebih efektif dan efisien. Hasil kompos dari TPS-3R akan dijual untuk pupuk tanaman hias atau digunakan di lahan sekitar areal TPS.

Sementara, bank sampah merupakan solusi yang terlihat ideal dan praktis untuk mengurangi sampah rumah tangga sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pengelola.

Layaknya sistem perbankan, warga menabung bukan dengan uang melainkan dengan sampah kering, seperti plastik, kertas, kardus. Mereka akan mendapatkan buku tabungan dan bisa meminjam uang. Pengembalian pinjaman berupa sampah senilai dengan uang yang dipinjam.

"Sayangnya, kedua program ini masih menemui kendala di lapangan dan membuat masyarakat menjadi skeptis terhadap upaya pemilahan sampah yang merupakan upaya awal penting dalam mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir," akui Djata.

Kedua program tersebut belum maksimal, terang Djata, karena terbatasnya fasilitas di TPS-3R dan bank sampah.

Dari beberapa titik lokasi TPS-3R di Ende, hanya empat yang dikelola secara profesional dan beroperasi dengan baik. Demikian juga dengan pengelolaan bank sampah. Bank sampah biasanya dipegang oleh individu secara sukarela, terutama oleh ibu rumah tangga. Seringkali, bank sampah tidak bisa menutup biaya pengeluaran, seperti aset, fasilitas, dan operasional karena tergantung kepada partisipasi aktif nasabah.

Ketika pengelola bank sampah merasa waktu dan tenaga yang tercurah tidak sepadan dengan manfaat ekonomi, sent Djata, maka mereka akan memilih untuk berhenti.

"Berdasarkan analisis kami di kota Ende, tingkatan terendah agar bank sampah bisa menutup biaya pengeluaran adalah memiliki sekitar 400 rumah tangga sebagai anggota aktif dengan estimasi produksi sampah per orang 0,6 kg, dengan tingkat daur ulang 20% dan rata-rata harga limbah daur ulang senilai Rp 1.000," jelasnya

Maka dari itu Dinas Lingkungan Hidup merekomendasikan beberapa upaya untuk mendorong kegiatan pemilahan masyarakat di perkotaan seperti menghubungkan sistem TPS-3R hingga ke tingkat rumah tangga,hal ini Djata Sampaikan bisa dilakukan dengan memberikan bantuan atau subsidi (baik secara penuh atau parsial) tempat pilah sampah di tingkat rumah tangga, bantuan gerobak dengan pengumpulan terpisah (organik dan anorganik) dari rumah tangga ke TPS-3R, dan pengadaan modal pengangkutan terpisah dari TPS-3R ke industri daur ulang.

Agar TPS-3R dan bank sampah tersebut bisa mandiri dan bisa beroperasi dengan benar,Petrus Djata mengatakan Perlu Penguatan keterampilan dan pengetahuan para operator TPS-3R dan bank sampah, tidak sekadar memberikan bantuan fasilitas atau peralatan.

- Kolaborasi Multipihak

Terhadap persoalan sampah, Sekretaris Komisi II DPRD Kabupaten Ende, Yakni Kota menekankan pentingnya kolaborasi multipihak.

“Memang butuh kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat,” ujar Yani Kota saat memantau proses pengerukan sedimen dan sampah bersama Ketua DPRD Ende, Feri Taso dan Ketua Komisi II, Yulius Cesar Nonga di Jalan Nenas Kota Ende pada Minggu (13/12/2020).

Di samping itu, Yani mengharapkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.

“Kita minta peran RT, RW untuk ikut berperan memberikan kesadaran kepada masyarakat. Kota harus bersih. Untuk itu kita juga akan anggarkan dana operasional penanganan banjir dan sampah saat musim hujan,” kata Yani Kota.

Senada, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Ende, Yulius Cesar Nonga mengatakan bahwa masyarakat perlu mendapat edukasi.

“Kita sendiri pantau dan ternyata kita temukan sampah dalam saluran saat pengerukan. Nah untuk itu kita berharap masyarakat untuk sama-sama sadar bahwa urus sampah itu butuh peran masyarakat. Buanglah sampah pada tempatnya,” harap Cesar Nonga.***

Editor: Marselino Kardoso


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x