LPA NTT Desak Polres Malaka Usut Tuntas Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Siswi SMP di Malaka

- 6 Mei 2022, 23:02 WIB
Ketua LPA NTT, Tori Ata
Ketua LPA NTT, Tori Ata /gonza/Media Kupang

MEDIA KUPANG - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Timur mendesak Kepolisian Resor (Polres) Malaka dalam mengusut tuntas kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Malaka.

Pasalnya, kekerasan seksal terhadap anak CT (13) tahun yang terjadi di Bakateu, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan tindak pidana kekerasan seksual dan sebuah kejahatan.

Demikian siaran pers yang dikeluarkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT yang ditandatangani Ketua LPA NTT Veronika Ata,SH.,M.Hum pada Jumat 6 Mei 2022.

Baca Juga: Polres Malaka Tetapkan 1 Orang Tersangka Kasus Kekerasan Seksual

Dikatakan Tori Ata, berdasarkan informasi yang dihimpun LPA NTT baik dari keluarga korban maupun pemberitaan media dugaan dalam kasus tersebut melibatkan tiga orang yakni NM, GT dan ibu kos.

Kekerasan seksual kian marak di Kabupaten Malaka, dimana dalam kurun waktu enam bulan (sejak Desember 2021) LPA NTT mendapat laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Malaka sebanyak lima kasus namun perhatian dalam upaya pencegahan maupun penegakan hukum sangat minim.

"Sejauh pantauan kami, proses hukum berjalan lamban. Karena itu LPA NTT berpendapat bahwa terhadap peristiwa kekerasan sexual yang menimpa anak CT (13) sudah semestinya para pelaku dikenakan pasal berlapis karena telah melanggar UU Perlindungan Anak, KUHP dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," urai Tori Ata.

Lanjut Tori Ata, secara umum tindak kekerasan sexual ini diatur dalam pasal 285 KUHP. 'Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun'.

Selanjutnya secara spesifik kekerasan sexual diatur melalui undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pasal 76 D menyebutkan 'Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain'.

Sementara ketentuan pidana terhadap perbuatan ini diatur dalam pasal 81 (1) yang menyebutkan bahwa 'Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00(lima miliar rupiah).

Selain beberapa ketentuan UU sebagaimana yang disebutkan saat ini telah ada UU Tindak Pidana Kekerasan Sexual yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 12 April 2022. Pasal 108 UU TPKS:ayat (2) 'Setiap orang yang melakukan perkosaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) huruf e terhadap anak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 13 (tiga belas) tahun dan pidana tambahan ganti kerugian.

Sementara itu lanjut Tori Ata dalam siaran persnya menyebutkan, sesungguhnya ibu kos (penyedia kos-kosan bagi korban) merupakan orang yang menyuruh/memudahkan orang lain melakukan pemerkosaan.

"Karena itu dapat diancam dengan pidana penjara sesuai pasal 114 UU TPKS Setiap orang yang menyuruh dan/atau memudahkan orang lain melakukan perkosaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana tambahan ganti kerugian,"jelasnya.

Selain UU TPKS dapat pula dikenakan pasal 76 D UU perlindungan anak sebagaimana yang diuraikan diatas.

LPA NTT juga mengapresiasi pihak Polres Malaka yang telah menangkap dan menahan pelaku NM. Karena itu pihaknya mendukung proses hukum dan menangkap pelaku yang lain serta memberikan perlindungan kepada korban yang merupakan seorang anak.

"Kami mendesak agar pihak Polres Malaka memberikan perhatian serius dalam upaya penegakan hukum menindak pelaku secara tegas dan menerapkan pasal berlapis. Hal ini sangat penting agar memberikan efek jera terhadap pelaku memberi pelajaran kepada publik serta memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarga,"desak Tori Ata.

Pihaknya juga berharap agar hukum harus ditegakkan di Rai Malaka demi pemenuhan dan perlindungan hak anak.*** gonza

Editor: Royan B


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah