AJI Indonesia Sebut 14 Pasal Bermasalah dalam RUU KUHP 2019 Ancam Kebebasan Pers

- 20 Juni 2022, 21:24 WIB
Ilustrasi Kebebasan Pers
Ilustrasi Kebebasan Pers /Ryohan B/Pixabay

MEDIA KUPANG - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebut 14 pasal bermasalah draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2019 yang mengancam kebebasan pers.

AJI telah mengidentifikasi 14 Pasal bermasalah itu dan membuatnya dalam bentuk  siaran pers serta mengunggahnya melalui akun Instagram @Aji.Indonesia pada Senin 20 Juni 2022 malam.

Dalam akun instagram itu, AJI Indonesia menguraikan bahwa 14 pasal bermasalah ini membuat pekerjaan jurnalis berisiko tinggi karena terlihat dengan mudah untuk dipidanakan.

Baca Juga: Ridwan Kamil Posting Video Makam Eril Diziarahi Habib, Netizen : Lapor Pak, Jalan Provinsi Rusak Parah

Adapun 14 pasal bermasalah itu antara lain mengatur soal tindakan-tindakan seperti: "menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum".

"Pelbagai pasal tersebut mengatur tindakan-tindakan yang merupakan karakter dari pekerjaan jurnalis, yaitu "menginformasikan kepada khalayak luas". Pasal ini akan dengan mudah dipakai oleh orang yang tidak suka kepada jurnalis untuk memprosesnya secara hukum, dengan dalih yang mungkin tidak kuat dan gampang dicari-cari," demikian AJI Indonesia.

Baca Juga: Link Streaming dan Jadwal Lengkap Piala Presiden 2022, Mulai Hari Ini Senin 20 Juni

 

Pemerintah Beri Penjelasan

Dikutip media kupang dari laman kemenkumham.go.id, pemerintah sebelumnya telah memberikan penjelasan terkait 14 pasal bermasalah tersebut.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej menyampaikan 14 penjelasan terkait isu-isu yang kontroversi yang ada di RUU KUHP.

Penjelasan ini disampaikan Wamenkumham saat mengikuti rapat dengar pendapat antara tim pemerintah dengan Komisi III DPR RI pada pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di Gedung DPR Senayan, Rabu (25/5/2022).

Baca Juga: Sidang Hari ini Hakim Tanya GPS Mobil Rush, Randy Badjideh : Itu Saya Tidak Tahu Yang Mulia

“Secara garis besar, terhadap isu-isu yang kontroversi ini, ada beberapa hal, diantaranya ada beberapa yang kami hapus karena menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, ada yang tetap dan ada juga yang kita lakukan reformulasi namun tidak menghilangkan substansi,“ kata Eddy Hiariej.

Adapun 14 poin hasil sosialisasi RUU tentang KUHP yang disampaikan Wamenkumham antara lain;

Pertama, penjelasan mengenai The Living Law. Wamenkumham menjelaskan bahwa dalam Pasal 2 yang dimaksud hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat.

Baca Juga: Pelatih Shin Tae Yong Memanggil 30 Pemain untuk Pemusatan Latihan Menuju Piala AFF U-19 2022

Kedua, mengenai pidana mati. Dalam RUU KUHP ini pidana mati ditempatkan paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana. Pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara dengan waktu tertentu selama 20 tahun dan pidana penjara seumur hidup.

Ketiga, menjelaskan tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Kemudian penjelasan keempat yaitu, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib. Penjelasan kelima, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa ijin. Penjelasan keenam mencakup unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih.

Selanjutnya, Ketujuh, Contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan. Penjelasan kedelapan, Advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur (diusulkan untuk dihapus).

Baca Juga: Blak - blakan Soal Malam Pertama, Celine Evangelista dan Marshel Sepakat Lakukan Hal Ini Duluan

Kedelapan terkait isu tentang penodaan agama. Kesembilan Penganiayaan hewan. Ke-10 menjelaskan tentang penggelandangan tetap diatur RUU KUHP. Penjelasan ke-11 tentang Aborsi ditambahkan satu ayat yang menyatakan memberikan pengecualian apabila keterdaruratan medis atau korban perkosaan. Ke-12 mencakup perzinahan melanggar nilai agama dan budaya. Ke-13 Kohabitasi dan ke-14 Perkosaan dalam perkawinan.

Dalam rapat tersebut Komisi III DPR RI menerima dan menyetujui penjelasan Pemerintah terkait dengan empat belas isu krusial dalam RUU tentang KUHP hasil sosialisasi kepada masyarakat. Dan akan menindaklanjuti pada tahap selanjutnya.

Perlu diketahui, RUU KUHP ini masuk dalam prolegnas jangka menengah tahun 2020-2024 dan prolegnas prioritas tahun 2022 sehingga diharapkan RUU KUHP diselesaikan pada masa sidang ke V DPR RI Tahun 2022. ***

Editor: Ryohan B

Sumber: Instagram AJI Indonesia kemenkumham.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah