Babak Baru Kasus Dugaan Tipikor DAK Pendidikan TA.2019, Sidang Praperadilan Terhadap Kajari Alor Dimulai

23 Januari 2022, 22:58 WIB
Sidang Kasus DAK di Alor /Media Kupang Okto Manehat/

 

MEDIA KUPANG - Kasus dugaan tipikor DAK Pendidikan di Kabupaten Alor tahun anggaran 2019 yang disidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Alor memasuki babak baru.

Alberth N. Ouwpoly selaku KPA DAK Pendidikan 2019 yang telah disangkakan dan ditahan Kejari Alor mengajukan permohonan praperadilan.

Sidang perdana praperadilan ini telah ditabuh oleh Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi pada Jumat 21 Januari 2022.

Sidang ini dipimpin Hakim Tunggal, Datu Hanggar Jaya Ningrat, SH. Sementara Pemohon diwakili dua Penasehat Hukum, Mario Aprio Lawung, SH, M.H dan Yusak Tausbele, SH, M.Hum. Sedangkan Termohon, hadir Rudi Kurniawan, SH, M.H (Kasie Datun Kejari Alor) dan Rizky Ramadhan, SH (Kasie BB Kejari Alor).

Sidang dengan agenda pembacaan permohonan tersebut setelah dibuka Hakim, langsung dibacakan PH Pemohon, Mario Lawung. Lawung mengungkapkan, bahwa pada tanggal 14 Desember 2021, Termohon memanggil Pemohon berdasarkan Surat Bantuan Pemanggilan Saksi Nomor: B-1321/ N.3.21/Fd.I/12/2021 untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Dalam Kegiatan Pembangunan Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Rehabilitasi Sedang Berat Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Pembangunan Laboratorium, Dan Ruang Praktikum Sekolah Dan Kegiatan Pengadaan Meubelair Sekolah Pada Dinas Pendidikan Alor Tahun Anggaran 2019.

Selanjutnya berdasarkan Surat Panggilan Saksi dari Termohon tersebut, maka pada tanggal 16 Desember 2021, Pemohon menghadap Termohon dan memberikan keterangan sebagai saksi.

Setelah Pemohon memberikan keterangan sebagai saksi, jelas Lawung, maka Termohon menerbitkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.

Kemudian dilanjutkan dengan Penahanan terhadap Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-05/N.3.21/Fd.1/12/2021, tanggal 16 Desember 2021.

Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, dilanjutkan dengan penahanan karena disangka melanggar Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, bahwa penetapan seseorang sebagai Tersangka yang disangka melakukan tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UndangUndang Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP haruslah didasarkan atau didahului adanya “bukti permulaan” atau “bukti permulaan yang cukup” atau “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 1 angka 14 UndangUndang Nomor: 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pasal 1 angka 2 KUHAP, tegas Lawung, menetapkan “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Demikian pula Pasal 1 angka 14 KUHAP menetapkan “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Kemudian Pasal 21 ayat (1) KUHAP menetapkan “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”.

Selanjutnya, jelas Lawung, bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUUXII/2014, tanggal 28 Oktober 2014, halaman 98 menyatakan “bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP haruslah ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia).

Hal ini berarti terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pemeriksaan tersangka disamping dua alat bukti tersebut adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang, agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. Dengan demikian, berdasarkan alasan tersebut di atas, seorang penyidik dalam menentukan “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, “bukti yang cukup” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang, terlebih lagi dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik dalam menentukan seseorang sebagai Tersangka;

Namun dalam perkara ini, bahwa akan tetapi Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan dilanjutkan dengan penahanan, tidak didasari 2 (dua) alat bukti sah yang dapat memberikan kepastian hukum tentang dimanakah perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagai KPA pelaksanaan dana alokasi khusus (DAK) pendidikan Kabupaten Alor tahun anggaran 2019.

Lawung melanjutkan, bahwa dana alokasi khusus (DAK) pendidikan Kabupaten Alor kemudian berada rekening Dinas Pendidikan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Bupati Alor Nomor 031/HK/KEP/2019 tentang Penunjukan Bank Tempat Penampungan Rekening Kas Organisasi Perangkat Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2019, Tertanggal 20 Februari 2019. Selanjutnya mengenai pengalokasian anggaran dana alokasi khusus pendidikan kabupaten Alor tahun anggaran 2019 dilaksanakan berdasarkan Keputusan Bupati Alor Nomor 318/HK/KEP/2019 Tentang Penetapan Sekolah Dasar Dan Sekolah Menengah Pertama Penerima Dana Alokasi Khusus Peningkatan Prasarana Pendidikan Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2019.

Bahwa pemohon dalam kapasitasnya sebagai kepala 8dinas pendidikan kabupaten Alor telah melaksanakan apa yang diamanatkan oleh pimpinan yakni Bupati Kabupaten Alor sebagaimana kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan melalui Keputusan Bupati Alor Nomor 031/HK/KEP/2019 dan Keputusan Bupati Alor Nomor 318/HK/KEP/2019. selanjutnya pemohon dalam kapasitasnya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) pada dinas pendidikan Kabupaten Alor telah melaksanakan perintah atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Alor selaku Pengguna Anggaran (PA) sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 1 angka 9 “ Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi perangkat daerah.

Bahwa penetapan status tersangka oleh Termohon terhadap Pemohon, Lawung menandaskan, tidak dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan ataupun pengambilan keterangan dari pimpinan dalam hal ini Bupati Alor yang adalah pengguna anggaran (PA) yang mana secara jelas pengelolaan dan penyaluran dana alokasi khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Alor tahun anggaran 2019 dilaksanakan berdasarkan kebijakan yakni Keputusan Bupati Alor Nomor 031/HK/KEP/2019 dan Keputusan Bupati Alor Nomor 318/HK/KEP/2019 yang dikaluarkan oleh Bupati Alor/PA, dengan demikian apabila pemohon disangkakan telah melakukan perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya karena melaksanakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Daerah dalam hal ini Keputusan Bupati Kabupaten Alor/PA dibidang pengelolaan DAK Pendidikan TA.2019 maka terlebih dahulu yang harus dimintai pertanggungjawaban adalah pembuat kebijakan/keputusan tersebut yang dalam hal ini Bupati Alor;

Berikutnya, urainya, bahwa pada bulan Desember 2019 Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPK) Perwakilan NTT telah melakukan evaluasi pelaksanaan (DAU dan DAK) Fisik Bidang Pendidikan Kabupaten Alor Tahun 2019 yang kemudian mengeluarkan pendapat perihal tentang permasalahan dan kendala adalah :
Mekanisme pengelolaan dan penyaluran DAK tahun 2019 menghendaki adanya review APIP sehingga memperpanjang jalur birokrasi yang mempengaruhi mekanisme transfer anggaran;
Permulaan pekerjaan DAK fisik TA.2019 dimulai pada 2 Agustus 2019 setelah dana tahap 1 ditransfer pada tanggal 26 Juli 2019, kemudian sampai dengan tanggal 16 Desember 2019 baru pada transfer dana tahap 2, dan rencana transfer dana tahap 3 pada minggu 3 bulan Desember 2019.

Terkait dengan itu, jelas Lawung, dalam evaluasi pelaksanaan (DAU dan DAK) ,Fisik Bidang Pendidikan Kabupaten Alor Tahun 2019, Badan Pemeriksa Keuangan sama sekali tidak mempersoalkan perihal mekanisme penempatan anggaran DAK Pendidikan Kabupaten Alor TA.2019 tersebut maupun jenis swakelola yang dilaksanakan dalam pengelolaan DAK Pendidikan Kabupaten Alor TA.2019.

Lawung mengatakan, bahwa penetapan Pemohon sebagai tersangka dan dilanjutkan dengan penahanan juga tidak didasari hasil perhitungan kerugian negara dari BPK sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan negara dan menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara sebagai alat bukti permulaan yang membuktikan unsur kerugian keuangan negara dari ketentuan tindak pidana yang disangkakan kepada pemohon.

Lawung melanjutkan, Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan Huruf A, angka 6 menyatakan “Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara;

Bahwa dengan demikian sangat jelas tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak didasari bukti permulaan atau alat bukti yang cukup dan relevan dengan unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan kepada pemohon, terutama tidak adanya alat bukti permulaan yang memberikan kepastian hukum tentang adanya perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor/KPA pelaksanaan DAK Pendidikan Kabupaten Alor tahun 2019.

Dalam permohonan tersebut, juga Lawung menjelaskan tentang Termohon tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan tipikor penyimpangan dalam kegiatan yang disebutkan terdahulu. Terkait hal ini Lawung membeberkan aturan tentang hal tersebut.

Berdasarkan fakta dan alasan yuridis yang disampaikan diatas, maka Pemohon memohon kepada Ketua PN Kalabahi atau Hakim yang ditetapkan memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan tersebut untuk menjatuhkan putusan dengan amar mengabulkan permohonan praperadilan pemohon, bahwa penetapan pemohon sebagai tersangka tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karena tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Berikutnya menyatakan hukum bahwa hasil penyidikan yang dilakukan termohon terkait dugaan tipikor yang disebutkan diatas tidak sah dan tidak berdasarkan kekuatan hukum yang mengikat, menyatakan hukum bahwa surat penetapan tersangka yang diterbitkan oleh termohon tidak sah atau batal atau dibatalkan demi hukum, menyatakan bahwa surat perintah penahan termohon kepada pemohon tidak sah dan batal demi hukum, dan memerintahkan termohon untuk segera mengeluarkan pemohon dari tahanan pada Lapas Mola, Kalabahi, serta menyatakan tidak sah segala putusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka dan penahanan terhadap diri pemohon dan yang sifatnya merugikan pemohon, juga membebankan biaya perkara yang timbul kepada negara.***

Editor: Okto Manehat

Terkini

Terpopuler