130 Warga Belu Dikirim ke Kalimantan Timur Tempat IKN Nusantara, Ini Pekerjaan yang Bakal Dilakukan

5 Februari 2022, 10:35 WIB
Plt. Kadis Nakertrans Kabupate Belu, Drs. Balthasar Bouk /Vegal Manek/Media Kupang

MEDIA KUPANG - Sebanyak 130 Warga Belu akan dikirim ke Kalimantan Timur. Mereka akan berada di wilayah yang akan menjadi Ibu Kota Negara (IKN) baru yang diberi nama Nusantara itu selama setahun ke depan.

130 Warga Belu yang akan berangkat ke IKN Nusantara ini direkrut secara resmi oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmingrasi Kabupaten Belu. 

Pelaksana Tugas (plt) Kepala Dinas Nakertrans Kabupaten Belu, Balthasar Bouk kepada Media Kupang, Jumat 4 Februari 2022 mengatakan 130 Warga Belu yang direkrut itu berasal dari 12 kecamatan.

BACA JUGA : Renungan Harian Katolik, Minggu 6 Februari 2022 Berdaya Guna Karena Kasih Karunia Tuhan

BACA JUGA : Geganesia Minta Masyarakat Indonesia Dukung Penuh Gery Gany di Ajang X Factor

BACA JUGA : Sebulan Digaji Segini, 130 Warga Belu Perbatasan RI-RDTL Rela Merantau ke Kalimantan

BACA JUGA : Kisah Haru Siswi SD di NTT, Berjuang Hidup Sendirian Pasca Ditinggal Sang Kakak Merantau ke Kalimantan

Adapun tujuan perekrutan itu, kata Staf Ahli Bupati ini, untuk melakukan pekerjaan penghijauan di kawasan yang akan menjadi wilayah Ibukota Negara Indonesia.

Dijelaskannya, perekrutan 130 warga dari 12 kecamatan tersebut yang terendah dari wilayah Kecamatan Raimanuk dan Nanaet Duabesi.

"Kecamatan Raimanuk yang direkrut yakni warga Desa Renrua jumlah 9 orang, Desa Teun 2 orang, Desa Mandeu Raimanus 2 orang. Sedangkan dari Nanaet hanya 2 orang, selain itu banyak dari Kota Atambua," urai Balthasar.

130 Warga Belu yang direkrut itu, lanjut Balthasar, akan dikirim secara bertahap dan saat ini sudah masuk tahap ketiga.

"Tahap ketiga yang akan berangkat pada Hari Senin 7 Februari nanti, sebanyak  44 orang. Untuk tahap pertama 40 orang dan tahap kedua 46 orang yang terlebih dahulu berangkat," jelasnya.

Balthasar menjelaskan, warga yang dikirim ke Kalimantan Timur itu akan berada di wilayah IKN Nusatara selama setahun dan akan dibiayai oleh pihak ketiga yakni PT. Santan Borneo Abadi.

"Semua dibiaya dari perusahaan tanpa ada 1 rupiah yang dikeluarkan dari pribadi. Baik uang makan minum dan lain sebagainya ditanggung semua oleh perusahaan Mereka akan berada di sana selama kurang lebih 1 tahun dengan gaji perbulan Rp3 juta per orang," pungkasnya.

Tentang Kalimantan Timur

Dilansir Wikipedia, Kalimantan Timur (disingkat Kaltim) adalah sebuah provinsi Indonesia di Pulau Kalimantan bagian ujung timur yang berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Sulawesi.

Luas total Kaltim adalah 127.346,92 km² dan populasi sebesar 3.793.152 jiwa (2020).[1] Kalimantan Timur merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk terendah keempat di nusantara. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Samarinda.

Provinsi Kalimantan Timur sebelum dimekarkan menjadi Kalimantan Utara merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia setelah Papua, dengan luas 194.489 km persegi yang hampir sama dengan Pulau Jawa atau sekitar 6,8% dari total luas wilayah Indonesia.

Wilayah Kalimantan Timur dahulu mayoritas adalah hutan hujan tropis.

Terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah Kerajaan Kutai (beragama Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Kesultanan Pasir dan Kesultanan Berau.

Di pusat-pusat kerajaan tersebut berkembang bahasa serumpun yang memiliki benang merah dari leluhur bahasa yang sama yaitu rumpun bahasa Melayik.

Wilayah Kalimantan Timur meliputi Paser, Kutai, Berau dan juga Karasikan (Buranun/pra-Kesultanan Sulu) diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (yang berkedudukan di Candi Agung di Amuntai) hingga tahun 1620 pada masa Kesultanan Banjar.

Bahkan sebelum adanya bala bantuan dari Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar sudah melebarkan pengaruhnya ke Paser, Kutai, dan Berau.

Perjanjian yang ditanda tangani antara Pieter Pietarsz (utusan VOC) dengan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa ing Martapura, Raja Kutai Kartanegara dalam tahun 1635 memuat antara lain bahwa perdagangan bebas hanya dibolehkan antara Kerajaan Kutai dengan orang-orang Banjar dan Belanda saja.

Kedatangan orang Banjar membantu memperluas pengaruh kekuasaan Kesultanan Kutai terhadap masyarakat Dayak di pedalaman.

Semenjak itulah pedagang-pedagang asal Banjar mulai mendominasi sebelum kedatangan migrasi orang Bugis pada tahun 1638-1654 dan jatuhnya Makasar ke tangan Belanda tahun 1667.

Antara tahun 1620-1624, negeri-negeri di Kaltim diklaim sebagai daerah pengaruh Sultan Alauddin dari Kesultanan Makassar, sebelum adanya perjanjian Bungaya.

Menurut Hikayat Banjar Sultan Makassar pernah meminjam ('menyewa') tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar

dan mengadakan perjanjian dengan Sultan Tallo I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, yang menjadi mangkubumi dan penasihat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654 dan juga mertua Sultan Hasanuddin yang akan menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo)[6] sejak itulah mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan.

Namun berdasarkan Perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC pada tahun 1635, VOC membantu Banjar mengembalikan negeri-negeri di Kaltim menjadi wilayah pengaruh Kesultanan Banjar.

Hal tersebut diwujudkan dalam perjanjian Bungaya, bahwa Kesultanan Makassar dilarang berdagang hingga ke timur dan utara Kalimantan.

Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia Belanda.

CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN 4 Mei 1826. / B 29 September 1826 No. 10, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Pada tahun 1846, Belanda mulai menempatkan Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah Borneo Timur (sekarang provinsi Kalimantan Timur dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall.

Kaltim merupakan bagian dari Hindia Belanda. Kaltim 1800-1850. Dalam tahun 1879, Kaltim dan Tawau merupakan Ooster Afdeeling van Borneo bagian dari Residentie Zuider en Oosterafdeeling van Borneo.

Dalam tahun 1900, Kaltim merupakan zelfbesturen (wilayah dependensi) Dalam tahun 1902, Kaltim merupakan Afdeeling Koetei en Noord-oost Kust van Borneo. Tahun 1942 Kaltim merupakan Afdeeling Samarinda dan Afdeeling Boeloengan en Beraoe.

Provinsi Borneo dibentuk pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan gubernur pertama Pangeran Muhammad Noor. Status gubernur Borneo menjadi tidak relevan setelah Perjanjian Linggarjati.

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memiliki 8 provinsi, yaitu: Sumatra, Borneo (Kalimantan), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.

Pada masa pergerakan kemerdekaan (1945-1949), Indonesia mengalami perubahan wilayah akibat kembalinya Belanda untuk menguasai Indonesia, dan sejumlah "negara-negara boneka" dibentuk Belanda dalam wilayah negara Indonesia.

Wilayah Kalimantan Timur baru bergabung ke dalam Negara Republik Indonesia secara resmi pada 10 April 1950.

Sebelumnya, pada awal 1950 rakyat Kaltim dalam wadah koalisi Front Nasional yang dipimpin Abdoel Moeis Hassan (bukan Inche Abdoel Moies) menuntut penghapusan swapraja-swapraja alias empat Kesultanan yang ada di Kaltim serta menuntut agar Federasi Kaltim bergabung ke RI.

Kala itu, Federasi Kaltim warisan Van Mook berada dalam kedaulatan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), bukan RI. Pemerintahan Federasi Kaltim merupakan gabungan Kesultanan Kutai, Sambaliung, Gunung Tabur, Bulungan, plus neoswapraja Pasir.

Tuntutan Front Nasional dipenuhi pemerintah lokal dan pusat. Berturut-turut: Februari, 10 Maret, dan 16 Maret; Dewan Kaltim, Federasi Kaltim, dan Residen Kaltim meminta Pemerintah RIS mewujudkan tuntutan rakyat Kaltim. 19 Maret Pemerintah RI setuju. 24 Maret Presiden RIS juga setuju.

Penggabungan Kaltim ke wilayah RI dilakukan dalam upacara serah-terima dari Pemerintah RIS kepada Pemerintah RI. RIS diwakili Aji Raden Afloes (Plt. Residen Kaltim).

Adapun RI diwakili Dr. Moerdjani (Gubernur Kalimantan). Bertindak sebagai saksi, Menteri Dalam Negeri Mr. Soesanto Tirtoprodjo.

Penggabungan Kaltim ke RI tercatat dalam sejarah sebagai daerah pertama di luar Jawa dan Sumatra usai Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menggabungkan diri ke wilayah RI.

Status wilayah kaltim pada awal bergabung ke RI hingga 6,5 tahun kemudian adalah keresidenan di bawah Provinsi Kalimantan yang beribu kota di Banjarmasin. *** vegal/wikipedia

 

 

Editor: Royan B

Tags

Terkini

Terpopuler