Pilpres Putaran Kedua Timor Leste Tanggal 19 April 2022, Berikut Profil Calon yang Akan Berkompetisi

17 April 2022, 18:36 WIB
Ilustrasi Bendera Timor Leste /Pixabay/

MEDIA KUPANG - Pemilihan presiden putaran kedua di negara bekas provinsi ke - 27 Indonesia, Timor Leste bakal segera dilangsungkan pada 19 April 2022 besok.

Warga Timor Leste harus memberikan suara ulang untuk memilih presiden baru, setelah Ramos Horta tidak mendapatkan suara mayoritas lebih dari 50 persen dari pesaingnya Fransisco Guterres, yang menjabat sebagai Presiden.

Ramos yang pernah menjadi presiden sebelumnya, mendapatkan suara yang besar yaitu 46,6 persen dalam pemungutan suara putaran pertama kemarin, sementara Fransisco hanya mendapat 22,1 persen, menurut penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum Timor Leste.

Baca Juga: Selepas Merdeka dari Indonesia, Begini Kekuatan Militer Timor Leste Saat Ini

Pemilihan presiden ulang akan dilakukan 19 April dan pemenangannya akan mulai menjabat sebagai presiden tanggal 20 Mei, bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Timor Leste ke-20 dari Indonesia.

Berikut rekam jejak kedua tokoh calon Presiden Timor Leste yang bakal bersaing pada Pilpres putaran kedua 19 April 2022.

1. Fransisco

Fransisco, yang dikenal dengan panggilan Lu Olo berasal dari Partai Fretilin, Partai Front Revolusi bagi Kemerdekaan Timor Leste, yang sebelumnya di tahun 1970-an dan 1980-an memimpin pergerakan untuk merdeka dari Indonesia.

Pria yang saat ini berumur 66 tahun ini dikenal politisi Timor Leste. Dari tahun 2001 hingga 2012, dia adalah Anggota Parlamento Nacional.

Pada 20 Mei 2017, Guterres dilantik pada tengah malam sebagai Presiden Timor Leste.

Dikutip dari Wikipedia, Guterres bersekolah di St Terezinha College dari Salesian Don Bosco di Ossu pada tahun 1963-1969.

Pada tahun 1974, Guterres bergabung dengan gerakan kemerdekaan Associaçao Social Democratica Timorense (ASDT), yang kemudian bernama Fretilin.

Ketika Indonesia menyerbu Timor Timur pada bulan Desember di tahun yang sama, Guterres bergabung dengan perlawanan bersenjata.

Awalnya dia bertempur di Ossu di bawah komando Lino Olokassa. Hingga 1999, Guterres mengambil alih berbagai jabatan dan komando untuk Fretilin dan pasukan militernya Falintil.

Pada tahun 1976, setelah penangkapan Francisco da Silva, dia menjadi penggantinya sebagai sekretaris Fretilin untuk wilayah pesisir timur di Matebian.

Pada tahun 1978, dirinya jadi komisaris yang didelegasikan untuk wilayah Ponte Leste dan pada 1984, jadi Komisaris Politik Nasional.

Pada tahun 1987, pemimpin partai Xanana Gusmao, meninggalkan Fretilin untuk mengambil alih kepemimpinan politik organisasi payung baru semua partai kemerdekaan di Timor Timur, Dewan Pertahanan Nasional Rakyat Maubere (CNRM), yang kemudian menjadi CNRT.

Falintil pun berada di bawah CNRM dan kepemimpinan Fretilin lantas mengambil alihnya pada 1988.

Guterres pun menjadi salah satu dari tiga deputi di Ma'huno Bulerek Karathayano, sekretaris Komite Arahan Fretilin (CDF).

Setelah kematian Nino Konis Santana pada tahun 1998, Guterres mengambil alih jabatan sekretaris di CDF.

Setelah pengunduran diri presiden Indonesia Soeharto, di kongres Fretilin di Sydney pada bulan Agustus, Guterres menjadi Koordinator Umum Dewan Presiden, yang menggantikan CDF.

Setelah Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999, di mana Guterres memberikan suaranya, dia pergi ke kamp pengumpulan untuk para pejuang Falintil pertama di Remexio, kemudian di Aileu, di mana ia tetap tinggal sampai penarikan pasukan Indonesia.

Setelah jalan menuju kemerdekaan bebas, Guterres mengorganisasi pembangunan kembali Fretilin menjadi partai yang demokratis.

Pada Mei 2000, ia mengambil alih kursi kepresidenan Konferensi Nasional Fretilin, dan pada 15 Juli 2001, dia terpilih sebagai Ketua Partai.

Dua bulan kemudian, dia terpilih sebagai Ketua Majelis Konstituante Timor Timur.

Setelah kemerdekaan akhir negara itu pada 20 Mei 2002, di mana Guterres membaca deklarasi pemulihan Republik Demokratik Timor Timur pada tengah malam, Guterres terpilih sebagai Ketua Parlemen.

Dia memegang jabatan ini sampai duduk pertama di Parlemen baru setelah pemilihan 30 Juni 2007.

Pada 2007 dan 2012, Guterres kembali mencalonkan diri sebagai anggota Parlamento Nacional Timor Leste dalam daftar pertama Fretilin. Meskipun masuk ke parlemen, dia tidak bergabung dengan DPR.

Dalam pemilihan presiden pada 9 April 2007, Guterres bersaing untuk Fretilin dalam pemilihan presiden, namun kalah.

Dalam pemilihan presiden 2012 tanggal 17 Maret, Guterres tampaknya juga belum beruntung.

Pada 2017, Guterres memasuki pemilihan presiden untuk ketiga kalinya dan akhirnya berhasil menjadi presiden Timor Leste.

2. Ramos Horta

Sosok mantan presiden negara Timor Timur yang mungkin lebih dikenal dengan Timor Leste ini bernama lengkap Jose Manuel Ramos-Horta.

Horta sebelumnya berposisi sebagai Perdana Menteri pada tahun 2006.
Ia menjabat selama  4 tahun setelah Timor Leste menyatakan kemerdekaan dari wilayah Indonesia.

Timor Timur secara sah diakui oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berdiri sebagai sebuah negara dengan kesatuan dan kedaulatan yang independen pada Mei 2002.

Dalam perjuangan kemerdekaan Timor Timur, Ramos-Horta diakui sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh berkat langkah-langkah diplomatis yang dilakukannya.

Pada tahun 1996 pria yang lahir di Dili pada 26 Desember 1949 ini mendapatkan penghargaan Nobel perdamaian bersama seorang uskup bernama Carlos Felipe Ximenes Belo.

Sebagai seorang tokoh reformasi Timor Timur, Ramos-Horta mengalami berbagai tantangan, kecaman, bahkan ancaman pembunuhan.

Namun semua itu tidak membuatnya lantas menyerah untuk memperjuangkan negaranya.

Pada 1970 Ramos-Horta sempat dideportasi dari tanah kelahirannya di Dili oleh pihak Portugis yang kala itu masih memiliki kuasa di Timor akibat keterlibatannya dalam gerakan kemerdekaan Timor Timur.

Selama masa pengasingan itu Ramos-Horta menetap dan menjalani hidupnya di beberapa negara seperti Belanda, Perancis dan Inggris.

Ramos Horta memanfaatkan masa pembuangannya itu sebagai kesempatan untuk menuntut ilmu di berbagai universitas maupun institut.

Pada 1983 Ramos Horta menjalani masa studinya tentang hukum internasional di The Hague Academy of International Law di Belanda.

Selain itu di tahun yang sama Ramos Horta juga tercatat sebagai mahasiswa di International Institute of Human Rights di Strasbourg, Perancis. Setahun setelahnya ia berhasil meraih gelar master dalam bidang studi diplomasi perdamaian dari Antioch University di Amerika Serikat.

Hal tersebut merupakan hasil dari kerja keras dan kegigihan Horta dalam meraih pendidikan yang berguna baginya untuk memperjuangkan keyakinannya terhadap pembebasan Timor Leste.

Tahun 1975 hingga 1979 menjadi saat-saat yang paling menyedihkan bagi masyarakat Timor Leste kala itu, tak terkecuali Ramos Horta.

Ketika itu, kurang lebih 100.000 jiwa menjadi korban perang gerilya yang terjadi antara gerakan kemerdekaan Timor - Timur dan tentara Indonesia.

Hanya setahun berlangsung, Ramos Horta berhasil mendapatkan tempat di hati masyarakat Timor Timur dan berhasil memenangkan pemilihan umum sebagai presiden hingga 20 Mei 2012 yang kemudian digantikan oleh Taur Matan Ruak.

Kini mantan Presiden Timor Leste ini akan kembali maju sebagai calon presiden  Timor Leste.

Demikian sedikit informasi mengenai kedua kandidat pilpres Timor Leste pada putaran kedua 19 April 2022 besok.***

 

Editor: Marselino Kardoso

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler