Hari Internasional Penghapusan Perdagangan Budak, Aktivis Tuntut Mandat Negara untuk Menghapus Perbudakan

- 24 Agustus 2022, 08:51 WIB
Ilustrasi memperingati Hari Penghapusan Perdagangan Budak pada 23 Agustus!
Ilustrasi memperingati Hari Penghapusan Perdagangan Budak pada 23 Agustus! /Twitter/@zeniuseducation

MEDIA KUPANG- Hari Internasional Penghapusan Perdagangan Budak diperingati setiap tahunnya pada tanggal 23 Agustus. Perayaan peringatan dimaksudkan sebagai bentuk pengenangan akan manusia yang menjadi korban penjualan budak.

Peringatan ini sekaligus mendeklarasikan penghormatan pada setiap aktor yang bekerja keras dalam memberantas perdagangan budak dan perbudakan di seluruh dunia. 

Sebagaimana termaktub dalam Deklarasi HAM Universal 1948, perdagangan budak dan perbudakan manusia apa pun bentuknya adalah pelanggaran terhadap martabat kemanusiaan karena tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. 

Baca Juga: Berantas Perdagangan Orang Butuh Lembaga Khusus Desak Komisi IX DPR RI

Direktur Jenderal UNESCO mengugah keterlibatan dari semua menteri kebudayaan dari semua negara anggota untuk merayakan hari penghapusan perdagangan budak dengan mengajak partisipasi aktif dari warga negara-terutama kaum muda, pendidik, seniman dan cendekiawan. Surat Edaran Dirjen UNESCO terbit sejak 29 Juli 1998 dengan nomor CL/3494.

Hari Internasional untuk Peringatan Perdagangan Budak dan Penghapusannya pertama kali dirayakan pada 1998 di sejumlah negara yang paling terdampak atas praktek perdagangan budak, seperti Haiti dan Senegal.

Awal Mula Peringatan

Gerakan penghapusan perdagangan budak, awal mula terjadi di Haiti pada 22-23 Agustus 1971. Mereka melakukan pemberontakan demi memperoleh kemerdekaan dan kebebasan. Gerakan bernama 'Revolusi Haiti' merupakan tonggak peringatan Hari Internasional untuk Mengenang Perdagangan Budak dan Penghapusan Perbudakan.

Para pemberontak atas sistem perbudakan adalah korban perbudakan dari Afrika. Mereka diambil paksa, dijual lalu dikirim ke berbagai penjuru dunia. Meski sudah ada revolusi anti perbudakan, tetapi praktek perbudakan masih menjadi momok di dunia sekarang. 

Pada abad ke-XIX, berbagai bentuk perdagangan budak lokal, regional dan internasional berlangsung masif di Eropa, Afrika, dan Amerika. Praktek perbudakan ini menciptakan perdagangan budak transatlantik. Praktek perbudakan sudah berlangsung sebelum Masehi, sesuai catatan perbudakan terjadi sekitar 366 tahun, dengan 12,5 juta budak sebagai korbannya yang sebagian besar merupakan tawanan.

Migrasi paksa para tawanan Afrika ini bergantung pada tiga sistem rumit yang saling terkait.

Sistem ini mengawinkan kepentingan investor, pedagang, dan penanam modal Eropa dan Amerika dengan kepentingan pedagang dan pemimpin Afrika, yang disebut dengan “Jalur Budak” atau The Slave Route.

Dengan latar belakang inilah Hari Internasional untuk Peringatan Perdagangan Budak dan Penghapusannya diperingati pada tanggal 23 Agustus setiap tahun.

Hari Internasional ini dimaksudkan untuk menorehkan tragedi perdagangan budak dalam ingatan semua orang.

Menurut Pdt. Emmy Sahertian, penghapusan perbudakan adalah mandat kemanusiaan untuk tiap orang itu mandat asasi agar tidak saling menindas dan mengeksploitasi. Dalam level budaya, mandat kultur adalah untuk mengembangkan kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai dasar dari panggilan kemanusiaan dalam agama dan kepercayaan.

“Dalam konteks ini ada mandat kepada negara untuk memberantas perbudakan, karena itu kultur, agama dan negara tidak boleh absen. Segala bentuk perbudakan harus dilawan terutama di NTT yang darurat perdagangan orang,” ujar Pdt. Emmy.***

Editor: Ardy Milik

Sumber: Kalbar Terkini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah