Tiga Malam Masyarakat Dikesare - Lembata Sunyi Sepi dan Gelap Gulita Saat Gelar Ritual Adat Lede Lewu

- 20 Februari 2022, 14:22 WIB
Masyarakat mengantar arwah leluhur bersama segala sakit penyakit, musibah dan bencana ke laut yang diyakini akan sampai pada tempat bersemayam leluhur  di Lewo Nitu Heri Neda.
Masyarakat mengantar arwah leluhur bersama segala sakit penyakit, musibah dan bencana ke laut yang diyakini akan sampai pada tempat bersemayam leluhur di Lewo Nitu Heri Neda. /Freddy Wahon

MEDIA KUPANG – Ini bukan bagian dari Eksplorasi Budaya yang digelar Pemkab Lembata melalui Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga. Masyarakat desa Dikesare, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, rela tinggal di kampungnya dalam kondisi gelap gulita tanpa secercah cahaya sama sekali selama tiga malam sejak Sabtu (19/2/2022).

Kondisi gelap gulita itu merupakan bagian dari ritual adat ‘Lede Lewu’. Ritual adat yang digelar masyarakat adat Lewolein, Desa Dikesare, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur menggelar itu merupakan ritual memanggil hujan dan mengusir sial, sepeti sakit penyakit dan roh jahat lainnya dari kampung.

Satu-satu sumber cahaya yang kelihatan dalam kampung Lewolein, desa Dikesare, Sabtu atau malam Minggu, itu hanya cahaya lampu gardu listrik PLN. “Gardu tidak bisa dimatikan, karena masyarakat juga butuh listrik untuk cas barang elektronik. Tapi televise dan tape tidak boleh dinyalakan,” jelas Bartolomeus Bosi Paliwala, Lewonimun Tana Alap (tuan tanah/pemangku adat) Dikesare.

Baca Juga: Beruntungnya Sinta, Keluhan Sakitnya Langsung Mendapat Respon Kapolri Melalui Video Call

Menariknya, perokok pun tidak bisa leluasa menyalakan api untuk membakar rokok. Karena cahaya api dari pemantik atau korek api tidak boleh terlihat oleh orang lain. Begitu juga, cahaya api rokok. Tidak boleh dilihat orang lain.

Begitu juga bunyi-bunyian. Semua dalam keadaan hening. Praktis sejak malam Minggu, hari Sabtu (19/2/2022), desa Dikesare dalam keadaan sunyi senyap dan gelap gulita. “Orang tidak boleh bicara besar-besar (suara tinggi) sampe terdengar di luar rumah,” jelas kepala desa Dikesare, Fransisko Raing alias Sisko Making.

Bartolomeus Bosi Paliwala, Lewonimun Tana Alap Lewolein dan Kepala Desa Dikesare, Fransisko Raing alias Sisko Making.
Bartolomeus Bosi Paliwala, Lewonimun Tana Alap Lewolein dan Kepala Desa Dikesare, Fransisko Raing alias Sisko Making. Freddy Wahon

Selama tiga malam itu pula, kampung Lewolein, Desa Dikesare diselimuti kegelapan dan kesunyian. Tidak ada kebisingan. Tidak ada penerangan. Semua warga dilarang menyalakan lampu di kampung ini. Aparat linmas menjaga ketat di semua pintu masuk kampung. Selain menjamin ritual berjalan tanpa gangguan, juga menjamin kenyamanan kampung dari aksi pencurian.

Sebelum menggelar ritual Lede Lewu, Sabtu (19/2/2022) sekitar pukul 16.30 Wita, masyarakat adat Lewolein terlebih dahulu melakukan pembersihan sumur tua dan naga (jimat tahan hujan). “Ada dukun yang bertugas mengambil naga (jimat hujan). Seringkali naga dipasang oleh nelayan dari luar yang mencari di perairan sini,” jelas Sisko Making.

Sang dukun (molan, sebutan masyarakat setempat) hanya menunjuk. Yang mengambil anak laki-laki kampung. “Kalau disuruh gali, kami gali. Disuruh selam juga kami selam. Disuruh ambil di atas pohon, kami panjat. Dan harus cepat sebelum naganya berpindah tempat,” jelas Sisko Making.

Halaman:

Editor: Fredrikus Wilhelmus Wahon


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x