Komarudin Pejuang Kebal Peluru vs Kamarudin Simanjuntak, Adakah Hubungannya

- 27 Agustus 2022, 19:54 WIB
Letnan Komarudin dalam tepukan tangan Panglima Besar Soedirman. Kepada Letnan Komarudin, beliau menyampaikan rasa terima kasih atas Peristiwa 28 Februari 1949 yang membawa hikmah bagi Serangan Umum 1 Maret 1949
Letnan Komarudin dalam tepukan tangan Panglima Besar Soedirman. Kepada Letnan Komarudin, beliau menyampaikan rasa terima kasih atas Peristiwa 28 Februari 1949 yang membawa hikmah bagi Serangan Umum 1 Maret 1949 /AS Rabasa /Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku Jilid : 4/Repro

MEDIA KUPANG - Tampilnya Komarudin Simanjuntak sebagai pengacara keluarga Brigadir J membuat kasus pembunuhan tersebut menjadi lebih heboh.

Komarudin Simanjuntak dengan keberaniannya mengobrak-abrik kebobrokan yang selama ini menjadi borok di tubuh Polri. 

Setiap pernyataan Komarudin, pasti mengarah pada fakta lain yang berhubungan dengan skenario pembunuhan Brigadir J. Lantas, ada publik yang mulai mencaritahu muasal Komarudin. Apakah masih berhubungan darah dengan Komarudin sang pejuang kemerdekaan yang kebal peluru?

Baca Juga: Mendadak Viral, Desa Sambo Di Sulawesi Tengah : Milik Ferdy Sambo

Komarudin, pejuang anti peluru, sosoknya muncul dalam film Janur Kuning.  Film ini disamping menampilkan Letnan Kolonel Soeharto sebagai tokoh sentral, juga ada tokoh lain bernama Letnan Komarudin. Ia dikenal sebagai sosok pejuang anti kogel alias kebal peluru.

Komarudin yang mantan prajurit PETA di Kalasan ini, karena saking saktinya, kekebalan Komarudin akan peluru konon bisa melindungi orang sekitarnya dalam radius 10 meter dari dirinya.

Karena kesaktian yang dimilikinya, Komarudin menjadi sosok pejuang yang sangat pemberani. Salah satu bukti dari keberanian Letnan Komarudin adalah dalam rangkaian peristiwa bersejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Ketika itu pasukan yang dipimpinnya mendahului menyerang Belanda karena Komarudin sebagai pimpinan salah menentukan tanggal.

Kolonel Soeharto, yang kemudian kita kenal sebagai Presiden RI ke-2, telah merencakan penyerbuan pada tanggal 1 Maret, namun sehari sebelumnya, yakni tanggal 28 Februari 1949, Komarudin dan pasukannya sudah melakukan serangan terlebih dahulu. Soeharto marah besar karena kecerobohan anak buahnya ini.

Baca Juga: Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawati Diperiksa Hingga Tengah Malam

Tetapi di kemudian hari, kalangan sejarahwan banyak yang menilai kesalahan Komarudin ini justeru menjadi penentu keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin Soeharto. Pasalnya, ketika itu Belanda yang sudah lama mengendus rencana serangan besar pasukan Indonesia, menganggap bahwa serangan yang dilakukan oleh Letnan Komarudin di tanggal 28 Februari itulah yang dimaksud sebagai serangan besar. Akibatnya, pasukan Belanda lengah. Sehingga Serangan Umum 1 Maret 1949 menuai keberhasilan yang dicatat dengan tinta emas dalam sejarah perjuangan bangsa.

Keberanian dan kesaktian Letnan Komarudin tidak muncul begitu saja. Sebagai pejuang pemberani, ia disebut-sebut masih memiliki hubungan darah (sebagai cicit) dengan Kiyai Abdur Rahman yang dikenal sebagai Mbah Tanjung, salah seorang ulama terkemuka yang hidup di Ploso Kuning Minomartani, Sleman, pada era kekuasaan Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792).

Ia pun diyakini merupakan keturunan langsung Bantengwareng, salah seorang panglima perang pasukan Pangeran Diponegoro. Karena keturunan orang-orang sakti itulah, banyak dipercaya anggota pasukanya, ia kebal terhadap senjata apapun.

Disamping itu, banyak kawan-kawan seperjuangannya mengenal Komarudin sebagai sosok yang jenaka, selon, pemberani namun sedikit agak sentimentil jika disentuh sisi-sisi kemanusiannya. Salah satu contoh, saat Panglima Besar Soedirman dalam suatu pemeriksaan pasukan usai turun gunung menasehati, mengkritik sekaligus memuji serangan “salah lihat kalender”nya pada 28 Februari 1949, maka ketika itu Komarudin langsung terisak-isak menangis sambil terbata-bata berujar: ”Siap Panglima! Saya tak akan mengulanginya!”

Lantas bagaimana nasib Komarudin seusai perang mengusir penjajah Belanda? Memang jarang sumber-sumber sejarah yang memberitakan keberadaannya. Namun, kita bisa menemukan satu sumber yakni buku berjudul “Laporan Kepada Bangsa: Militer Akademi Yogya” yang ditulis Daud Sinjal. Di situ dituliskan tentang tuduhan sebagian kalangan militer yang menyebut Komarudin terlibat dalam gerakan DI/TII .

Disebutkan, tuduhan itu muncul kala kompi Komarudin (saat itu berpangkat kapten) pada tahun 1950-an, dikirim ke Malangbong, Garut untuk menumpas pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Sekar Maridjan Kartosoewirjo.

Alih-alih berperang, di Garut, Kompi Komarudin malah kerap “ngopi bareng” dengan pasukan DI/TII. Rupanya Komarudin merasa jengah berperang dengan para gerilyawan DI/TII  yang sebagian merupakan rekannya saat aktif  di Lasykar Hizbullah. Malah di antaranya ada juga yang pernah satu perguruan dengannya saat belajar agama dan kanuragaan.

Namun, dalam buku tersebut, Daud Sinjal pun menuliskan ternyata setelah diselidiki tuduhan itu sama sekali tidak benar. Nama Kapten Komarudin kemudian direhabilitasi. Namun sepertinya upaya rehabilitasi tak otomatis membuat karir ketentaraannya menanjak. Bahkan, beberapa saat setelah mendapat rehabilitasi, secara resmi Komaruddin mundur dari ketentaraan.

Pada 1960-an, selepas meninggalkan dinas ketentaraan, Komaruddin memilih dunia jalanan sebagai jalur hidupnya. Di Kotagede, namanya terkenal sekaligus disegani sebagai “preman berhati baik”.

Anehnya, sekitar tahun 1969, Komarudin secara misterius tiba-tiba menghilang dari Kotagede. Soetojo alias Boyo (buaya), teman seperjuangannya waktu melawan Belanda, lantas mencarinya hingga ke Jakarta. Di ibu kota itulah, Boyo menemukan Komaruddin di wilayah Cempaka Putih.

Baca Juga: Pegawai Non ASN Diberikan Kesempatan Untuk Melakukan Pendataan Sesuai Aturan Yang Berlaku

Seperti ditulis Hendijo dalam www. arsipindonesia.com, Komarudin tinggal di sebuah gubuk kecil yang terletak di tengah-tengah rawa, tanah milik Kodam V Jaya. Mantan pejuang pemberani ini menghidupi kesehariannya dengan bekerja sebagai preman yang ditakuti di wilayah Pasar Senen. Ada juga yang menyebutkan Komarudin jadi kepala preman di Tanjung Priok.

Soetojo alias Boyo, sang sahabat rupanya tak tega melihat kehidupan Komarudin, mantan komandannya. Ia pun membujuknya agar kembali ke Yogya. Karena dibujuk terus oleh sahabatnya inilah, maka pada sekitar 1972,  Komarudin akhirnya kembali ke Kotagede.

Tak lama sampai di kota tersebut, ia kemudian jatuh sakit hingga mengalami koma. Komarudin kemudian dirawat di Pusat Kesehatan Umat (PKU) milik Muhammadiyyah hingga mengembuskan nafas terakhir.

Kisah tentang Letnan Komarudin ini, masih meninggalkan sebuah misteri. Komarudin juga diyakini bernama asli Eli Yakim Teniwut. Bahkan, ahli warisnya menyebutkan bahwa makam tokoh pejuang ini berada di Desa Ohoidertutu, Kecamatan Kei Kecil Barat, Maluku Tenggara.

Sementara itu, dalam penulisan sejarah menyebutkan jasad Komarudin dikebumikan secara militer di Taman Kesuma Negara Semaki, Yogyakarta. Lebih dari itu, karena begitu populisnya nama Komarudin, di wilayah Sleman ada sebuah masjid yang diberi nama Masjid Al Komaruddin.***

Editor: AS Rabasa

Sumber: Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku Jilid : 4/Repro


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah