Aturan mengenai terlampau panjangnya masa jabatan dan periodisasi jabatan kepala desa berpotensi menimbulkan institusional disaster, sebab aturan ini bertentangan dengan prinsip konstitusionalisme, prinsip proporsionalitas, tidak disusun dengan landasan argumentasi yang rasional dan komprehensif.
Selain itu, tidak memikirkan arah, penguatan, dan grand design pembangunan dan kemajuan desa, yang dapat berujung pada pelanggaran hak konstitusional warga negara, terutama berkenaan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Salah satu bentuk arogansi yang dilakukan oleh kepala desa adalah pada proses pengangkatan perangkat desa. Kepala desa sering kali mengangkat perangkat desa yang memiliki hubungan politis, kekeluargaan, maupun hubungan kekerabatan dengan kepala desa.
Salah satu contoh nyata adalah proses pengangkatan kepala desa yang terjadi di desa Pemohon, tepatnya pada Desa Ononamolo Tumula, Kecamatan Alasa, Kabupaten Nias Utara. Walaupun telah dilakukan penyeleksian dan penyaringan perangkat desa, namun kepala desa tidak tunduk pada nilai hasil seleksi tersebut. Kepala desa justru mengangkat peserta seleksi perangkat desa dengan nilai urutan ketiga (peringkat).
Kepala desa dengan sewenang-wenang dan penuh arogansi lebih memilih untuk mengangkat perangkat desa yang memiliki hubungan kepentingan dengan dirinya. Karena peserta dengan peringkat I hendak memperjuangkan haknya, maka yang bersangkutan bersama-sama dengan masyarakat desa melayangkan surat keberatan kepada kepala desa hingga bupati namun surat keberatan tersebut diabaikan dan sama sekali tidak ditanggapi oleh kepala desa maupun bupati.
Menurut Pemohon, Mahkamah harus bertindak untuk membatasi masa jabatan dan periodisasi jabatan kepala desa agar sesuai dengan prinsip UUD 1945. Pemohon pun meminta agar dalam pertimbangannya Mahkamah memberikan penjelasan bahwa masa jabatan dan periodisasi kepala desa tidak boleh ditambah. Hal ini dalam rangka menjalankan fungsi mahkamah yaitu sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution) dan sebagai pengawal demokrasi (the guardian of the democracy).
Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 39 ayat (1) UU Desa bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Kepala Desa memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan,”.
Kemudian menyatakan Pasal 39 ayat (2) UU Desa bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut- turut atau tidak secara berturut-turut.”***