Gunakan Terasering, KWT Melati Sukses Kembangkan Holtikultura

- 14 Juni 2021, 11:23 WIB
Tanaman holtikultura jenis tomat, yang dikembangakan oleh KWT Melati melalui sistem terasering
Tanaman holtikultura jenis tomat, yang dikembangakan oleh KWT Melati melalui sistem terasering /Media Kupang/Eryck S.

MEDIA KUPANG - Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati, Desa Riit, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT, sukses mengembangkan tanaman holtikultura jenis tomat dan memperoleh pendapatan yang lumayan.

Lahan tanaman holtikultura seluas 0,2 Hektare tersebut, terletak di kemiringan 45 derajat, sehingga dimanfaatkan dengan menggunakan sistem terasering.

Ketua KWT Melati, Salviana Erosvita mengatakan, pihaknya menanam tomat diatas lahan miring miliknya, untuk dijadikan sebagai kebun contoh sejak awal Februari 2021 lalu.

Baca Juga: Bangkitkan Semangat dan Jiwa Bahari Bangsa, Lanal Maumere Gelar Ekspedisi Perahu Layar

"Lahan ini milik pribadi saya. Karena saya yang bentuk kelompok ini, makanya saya relakan lahan saya untuk menanam tanaman tomat ini dan kami berhasil," katanya, ketika ditemui di kebun contoh milik kelompoknya, pada Minggu, 13 Juni 2021.

Eros sapaannya mengaku, sejak awal Februari 2021 lalu hingga saat ini, kelompoknya baru sekali melakukan penanaman tomat, namun sudah tiga kali melakukan panen.

Dimana, hasil panen pertama hanya menghasilkan 24 Kg saja, yang dijual dengan harga Rp10.000 per kilogramnya.

Baca Juga: Kades Munaseli-Alor Keluhkan Pemboman Ikan Dan Potasium Kerap Terjadi Diwilayahnya

"Panen kedua kami mendapatkan 300 Kg dan pembelinya langsung beli di tempat kami. Tomat kami jual dengan harga Rp14.000 per kilogramnya, karena harga di Pasar Alok sekitar Rp18.000 per kilogramnya," terangnya.

Eros menambahkan, harga jual itupun disepakati oleh semua anggota kelompok, setelah pihaknya mengecek harga tomat di Pasar Alok, Maumere tersebut.

Sedangkan untuk masa panen yang ketiga, mereka mendapatkan 600 Kg dan dijual dengan harga Rp11.000 per kilogramnya.

Baca Juga: Pemilihan Putera-Puteri Tari Indonesia 2021, Bupati Sikka Sebut Belum Bisa Memberikan yang Terbaik

Dirinya pun menceritakan, pada awalnya mereka mengalami kesulitan karena lahan tanaman tomat itu berada di kemiringan dan semua anggota kelompoknya perempuan, yang tidak rutin bekerja di kebun.

"Awalnya kami sulit membuka lahan ini, karena kami harus buat bedeng dengan menggunakan terasering. Kami semua ini ibu-ibu dan bukan setiap tahun kerja kebun, tetapi hanya membantu suami saja," ucapnya.

"Tapi sebagai ketua, modal saya adalah berani menjalankan kegiatan selama ini," tambahnya.

Ketua KWT Melati, Desa Riit, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Salviana Erosvita ketika berada di lahan tomat milik kelompoknya
Ketua KWT Melati, Desa Riit, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Salviana Erosvita ketika berada di lahan tomat milik kelompoknya Media Kupang/Eryck S.

Menurut perempuan 54 tahun ini, yang mengajarkan pihaknya untuk menanam tanaman tomat itu yakni Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Nita.

Yang mana, sebelum melakukan budidaya tananam holtikultura ini, mereka mendapatkan pelatihan melalui Sekolah Lapang (SL).

Disampaikan Eros juga, sejak awal kelompok mereka beranggotakan 14 orang. Namun, dalam perjalanan tinggal 12 orang saja, karena dua orang lainnya mempunyai halangan dan sudah sangat tua.

Baca Juga: Ini Keunggulan KN SAR Puntadewa 250, Kapal Rescue Baru Milik Basarnas Maumere

"Kami sudah terbiasa jadi petani, tetapi kalau musim hujan, kami fokus ke tanaman holtikultura. Kalau musim kemarau, kami ke tenun ikat," ungkapnya.

Sementara itu, Penyuluh Swadaya BPP Kecamatan Nita, Erik Paji mengungkapkan, kegiatan pihaknya bersama KWT Melati dimulai sejak bulan Februari 2021 lalu, yang diawali dengan melaksanakan Sekolah Lapang (SL).

Kegiatan yang dilakukan pihaknya tersebut pun, mulai dari pengolahan tanah sama dengan masa panen.

Baca Juga: Kasus Pemukulan Karyawan SPBU oleh Oknum Anggota TNI-AD di Sikka, Memasuki Tahap Persidangan

Yang mana, selama tiga bulan lebih, pihaknya sudah melakukan 14 kali pertemuan bersama KWT Melati, yang dilaksanakan seminggu sekali, setiap hari Selasa.

"Keberhasilan kegiatan budidaya tomat di kebun contoh ini, berkat kerja sama antara Pemerintah Desa Riit dengan BPP Kecamatan Nita. Disini kami ada empat orang fasilitator bersama Kepala BPP Nita dan seorang Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT)," tuturnya.

Menurut Erik, lahan yang berada di Desa Riit mempunyai potensi yang bagus untuk mengembangkan tanaman holtikultura, namun sejauh ini belum dikembangkan secara maksimal.

 Baca Juga: Nyong Franco : Lagu Gemu Famire, Berkat yang Luar Biasa dan Milik Kita Semua

"Apalagi tantangan terberat adalah lahan miring, jadi ini membutuhkan perjuangan dan kerja keras. Sehingga sistem terasering menjadi suatu kewajiban, apabila ingin membudidayakan tanaman holtikultura di lahan miring seperti ini," jelasnya.

Dirinya pun berharap agar di bulan ataupun tahun berikutnya, semua anggota KWT Melati harus mempunyai kebun sendiri seperti ini.

"Ini hanya sekedar kebun contoh (demplot). Untuk itu, mereka harus pulang dan buat di lahan mereka masing-masing, sehingga kedepannya petani tomat di Desa Riit ini harus bertambah menjadi 12 orang ataupun lebih. Ini tantangan sekaligus harapan buat mereka," tandasnya.

Baca Juga: Ditunjuk Jadi Juri pada Pemilihan Putera-Puteri Tari Indonesia 2021, Ini Ungkapan Hati Nyong Franco

Erik menjelaskan bahwa, KWT Melati sebenarnya sudah memilki kemamampuan dalam membudidayakan tanaman tomat di daerahnya tersebut, karena sudah digembleng oleh pihaknya selama tiga bulan lebih melalui SL.

Namun baginya, hasil produksi tanaman tomat itu bukan menjadi ukuran keberhasilan dalam kegiatan SL ini, tetapi kesuksesan dari SL yakni dampaknya setelah melakukan kegiatan ini.

"Jadi, bukan dilihat berdasarkan produksi tanamaan di lokasi SL. Adopsi inovasi dan teknologi yang kami lakukan secara bersama di dalam kebun demplot ini, itu baru kita dikatakan sukses ataupun berhasil," pungkasnya.***

 

Editor: Eryck S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah