Eurico Guterres Layak Terima Bintang Jasa utama, Pemerintah Diminta Perhatikan Kesejahteraan 

- 15 September 2021, 00:39 WIB
Anggota DPRD NTT, Bernardinus Taek
Anggota DPRD NTT, Bernardinus Taek /Royan B/Media Kupang

Eurico, dalam posisinya sebagai wakil panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) dan komandan kelompok milisi Aitarak kala itu, diindikasikan terlibat dalam berbagai pelanggaran HAM berat di Timor Timur pada tahun 1999.

Pada tanggal 27 November 2002, Pengadilan Negeri HAM Ad Hoc di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap 10 tahun penjara Eurico atas keterlibatannya dalam serangan milisi Aitarak ke rumah Manuel Viegas Carrascalão, seorang pemimpin gerakan kemerdekaan Timor Timur, pada tanggal 17 April 1999. Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan bahwa pada Apel Akbar Peresmian PAM Swakarsa, Eurico menghasut serangan tersebut dengan menyampaikan pidato yang antara lain menyebutkan bahwa orang-orang pro-kemerdekaan Timor Timur, Manuel, dan keluarga Manuel harus dibunuh. Dalam serangan tersebut, 12 orang dibunuh, termasuk di antaranya Manelito Carrascalão, anak tiri Manuel yang berumur 17 tahun, dan pengungsi-pengungsi yang mencari perlindungan di rumah itu.

Namun pada tahun 2008, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali Eurico dan membebaskannya.

Laporan Komisi Pengakuan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR) Timor Leste juga menyebut Eurico sebagai salah satu pelaku utama pembantaian di gereja di Liquica, Timor Timur, yang terjadi pada 6 April 1999. Menurut estimasi PBB, ada setidaknya 200 warga Timor Timur yang dibunuh dalam kejadian tersebut.

Eurico belum pernah dibawa ke pengadilan atas kasus tersebut. Tiga terdakwa yang diadili oleh Pengadilan Negeri Ham Ad Hoc terkait kasus gereja Liquica – Asep Kuswani, mantan Komandan Distrik Militer 1636, Liquiça; Adios Salova, mantan Kapolres Liquica; dan Leoneto Martins, mantan Bupati Distrik Liquica – semuanya divonis bebas pada tanggal 29 November 2002.

Dalam observasinya tentang Indonesia pada tahun 2008, Komite menentang Penyiksaan PBB menyatakan keprihatinannya bahwa tidak satu pun terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM berat di Timor Timur dinyatakan bersalah. Komite merekomendasikan kepada negara untuk merevisi legislasi tentang pengadilan HAM karena pengadilan-pengadilan tersebut kesulitan memenuhi mandatnya, yang berakibat impunitas untuk pelaku pelanggaran HAM Berat.

Amnesty mengingkatkan bahwa bentuk atau tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi secara meluas atau sistematis terhadap penduduk sipil seperti, diantara lainnya, penyiksaan dan pembunuhan diluar hukum juga dapat melanggar dan tidak sejalan dengan instrumen HAM internasional, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Amnesty International Indonesia juga menuliskan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk menyatakan keberatan atas pemberian Bintang Jasa Utama ke Eurico Guterres. *** Vhegal Manek

Halaman:

Editor: Royan B


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah