Ditambahkan, kasus pembakaran sekolah memungkinkan untuk dilakukan keadilan restoratif terhadap pelaku dengan pertimbangan jumlah kerugian akibat dari kebakaran relatif kecil.
Pertimbangan lainnya, kata dia, karena yang bersangkutan bukan residivis, dan jika dibebaskan dari tuntutan hukum tidak akan terjadi konflik sosial atau merugikan masyarakat.
Selain itu, selama pemeriksaan hukum pelaku tidak ditahan, penyidik sempat membawanya ke psikiater untuk memeriksa kondisi kejiwaannya. Dan juga memberikan bantuan kepada pelaku karena merasa prihatin dengan kondisi ekonominya menengah ke bawah dan tidak bekerja.
"Beliau tidak bekerja yang merupakan mantan guru honorer, berdasarkan penyampaian dari tersangka bahwa tersangka itu melakukan pembakaran karena untuk gaji honorer belum dilakukan pembayaran sekitar Rp6 juta," ujarnya."***