Mengenal Lie Detector, Alat Pendeteksi Kebohongan yang Dipakai Polri untuk Periksa Tersangka Kasus Brigadir J

- 7 September 2022, 06:00 WIB
Ilustrasi pemeriksaan menggunakan Lie Detector. Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, tim penyidik Bareskrim Polri menggunakan alat pendeteksi kebohongan untuk menghimpun dan memperkaya alat bukti.
Ilustrasi pemeriksaan menggunakan Lie Detector. Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, tim penyidik Bareskrim Polri menggunakan alat pendeteksi kebohongan untuk menghimpun dan memperkaya alat bukti. /Tangkapan layar YouTube/Seeker.

MEDIA KUPANG – Demi mengumpulkan dan memperkaya alat bukti dalam kasus pembunuhan Brigadir J (Yosua Hutabarat), Bareskrim Polri menggunakan Lie Detector untuk memeriksa para tersangka.

Tiga tersangka pembunuhan Brigadir J pun telah menjalani pemeriksaan menggunakan Lie Detector pada Selasa, 6 September 2022. Ketiga tersangka pembunuhan Brigadir J dimaksud yaitu Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.

Hasil pemeriksaan Lie Detector terhadap ketiga tersangka itu pun telah diungkapkan pihak Bareskrim Polri. Di mana pemeriksaan itu menunjukkan no deception indicated yang berarti jujur.

Baca Juga: Aipda Ahmad Karnain Korban yang Ditembak Aipda Rudi Suryanto Ternyata Sangat Aktif di Sepak Bola

Namun demikian, sebagian orang masih mempertanyakan alat pendeteksi kebohongan tersebut, dan mengapa Bareskrim Polri menggunakannya untuk memperkaya alat bukti.

Melalui artikel ini, para pembaca dapat menemukan dan menyimpulkan jawaban yang setidaknya detail. Selain memperkaya alat bukti bagi penyidik Polri, pembaca juga dapat memperkaya diri dengan pengetahuan akan Lie Detector

Apa itu Lie Detector?

Disimpul MediaKupang.com dari Halo Sehat, Lie Detector merupakan alat pendeteksi kebohongan pada manusia. Alat ini menggunakan mesin polygraph (perangkat analisis respon fisiologis melalui sensor).

Lie Detector ditemukan pada awla tahun 1902. Belakangan, alat pendeteksi kebohongan ini memiliki banyak versi yang lebih canggih.

Alat ini sering digunakan dalam proses penyelidikan tindakan kriminal. Pada tahun 1924, kepolisian menggunakan Lie Detector dalam interogasi dan investigasi.

Baca Juga: Korban Mutilasi oleh Oknum TNI Angkatan Darat, Empat Warga Timika Terlibat KKB Papua?

Lie Detector berfungsi sebagai pendeteksi kebohongan melalui alat-alat vital seperti detak jantung, pernapasan, dan kulit. Reaksi psikologis yang muncul ketika mengucapkan sesuatu tanpa disadari mempengaruhi kerja organ tubuh.

Melalui sensor yang menempel pada tubuh seseorang, penyelidik dapat menemukan perubahan abnormal pada ketiga fungsi (detang jantung, pernapasan, dan kulit).

Hasil deteksi akan tertera pada sebuah kertas grafis. Umumnya, diperlukan waktu 1,5 jam lebih untuk melakukan pemeriksaan.

Cara Kerja Lie Detector

Seseorang yang akan melakukan tes menggunakan Lie Detector, dihadapkan dengan empat hingga enam sensor yang akan dihubungkan ke tubuh. Berikut, cara kerja Lie Detector.

1. Sensor Pendeteksi Kebohongan.

Seseorang diharuskan duduk di bangku khusus, tentu juga dalam ruangan tertentu. Sensor mesin polygraph akan ditempelkan ke tubuh. Ada tiga sensor kabel untuk mendeteksi kebohongan, sebagai berikut.

Sensor Pneumograph, berfungsi untuk mendeteksi detak napas yang ditempel di dada dan perut. Ketika ada kontraksi pada otot dan udara di dalam tubuh, maka alat ini mulai bekerja.

Baca Juga: AC Milan Ungguli Inter Milan dalam Derby Della Madonnina, Rafael Leao jadi Pemain Kunci Kemenangan Milan

Sensor Blood Pressure Cuff, berfungsi untuk mendeteksi perubahan tekanan darah dan detak jantung. Sensor kabel ini ditempelkan pada bagian lengan dengan mendeteksi aliran darah ataupun denyut jantung.

Sensor Skin Resistance, berfungsi untuk mendeteksi keringat yang ada di tangan. Umumnya, kabel sensor ditempelkan pada jari tangan. Dengannya, keringat yang keluar dideteksi sebagai situasi berbohong.

2. Pertanyaan Penuntun

Untuk memperlancar deteksi, penguji akan memberikan beberapa pertanyaan terkait topik yang diselidiki kebenarannya. Akan ada grafik pada Lie Detector yang dapat dibaca penguji.

Hasil grafik tersebut akan digunakan penguji sebagai penentu. Apakah seseorang berbohong atau jujur.

Efektivitas Hasil Lie Detector

Dalam sebuah jurnal yang ditulis Asep Ridwan Murtado pada 2011 lalu, diungkapkan bahwa keakuratan hasil Lie Detector umumnya mencapai 90 persen.

Hal itu menandakan, alat pendeteksi kebohongan ini sangat efektif digunakan dalam upaya pembuktian dan penyelesaian perkara. Namun, pada dasarnya tingkat akurasi tersebut tidak bergantung pada alat semata.

Baca Juga: Mutilasi di Timika: Potongan Tubuh Warga Papua Diisi di Enam Karung, Delapan Oknum Anggota TNI AD Terlibat

Lie Detector hanya memonitor dan menunjukkan reaksi perubahan psikologis ketika seseorang mengucapkan sesuatu. Penentunya justru terletak pada orang yang menggunakannya.

Pengalaman dan ketajaman analisis dari penguji menjadi faktor utama keberhasilan penggunaan polygraph. Sebab gelagat fisik dan tanda-tanda seperti gagap, gugup, berkeringat, tidak selalu menjadi ciri pembohong.

Bisa saja seseorang gagap dan gugup hingga berkeringat, disebabkan oleh ketidaknyamanan. Dalam artian, menjadi obyek penyelidikan.

Diketahui, selain Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf, Lie Detector pun digunakan untuk memeriksa Putri Candrawathi, dan asisten rumah tangganya, Susi.

Baca Juga: Terancam Hukuman Mati, Oknum Prajurit TNI AD Tersangka Mutilasi Warga Papua di Timika Siap Disidang di Mahmil

Sedangkan eks Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo yang juga merupakan tersangka pembunuhan Brigadir J akan diperiksa pada Kamis, 8 September 2022.

Dalam pemeriksaan nanti, Bareskrim Polri akan menggunakan alat pendeteksi kebohongan itu untuk menguji Irjen Ferdy Sambo.***

Editor: Efriyanto Tanouf

Sumber: Halo Sehat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah