Pilpres Putaran Kedua Timor Leste Tanggal 19 April 2022, Berikut Profil Calon yang Akan Berkompetisi

- 17 April 2022, 18:36 WIB
Ilustrasi Bendera Timor Leste
Ilustrasi Bendera Timor Leste /Pixabay/

Pada 1970 Ramos-Horta sempat dideportasi dari tanah kelahirannya di Dili oleh pihak Portugis yang kala itu masih memiliki kuasa di Timor akibat keterlibatannya dalam gerakan kemerdekaan Timor Timur.

Selama masa pengasingan itu Ramos-Horta menetap dan menjalani hidupnya di beberapa negara seperti Belanda, Perancis dan Inggris.

Ramos Horta memanfaatkan masa pembuangannya itu sebagai kesempatan untuk menuntut ilmu di berbagai universitas maupun institut.

Pada 1983 Ramos Horta menjalani masa studinya tentang hukum internasional di The Hague Academy of International Law di Belanda.

Selain itu di tahun yang sama Ramos Horta juga tercatat sebagai mahasiswa di International Institute of Human Rights di Strasbourg, Perancis. Setahun setelahnya ia berhasil meraih gelar master dalam bidang studi diplomasi perdamaian dari Antioch University di Amerika Serikat.

Hal tersebut merupakan hasil dari kerja keras dan kegigihan Horta dalam meraih pendidikan yang berguna baginya untuk memperjuangkan keyakinannya terhadap pembebasan Timor Leste.

Tahun 1975 hingga 1979 menjadi saat-saat yang paling menyedihkan bagi masyarakat Timor Leste kala itu, tak terkecuali Ramos Horta.

Ketika itu, kurang lebih 100.000 jiwa menjadi korban perang gerilya yang terjadi antara gerakan kemerdekaan Timor - Timur dan tentara Indonesia.

Hanya setahun berlangsung, Ramos Horta berhasil mendapatkan tempat di hati masyarakat Timor Timur dan berhasil memenangkan pemilihan umum sebagai presiden hingga 20 Mei 2012 yang kemudian digantikan oleh Taur Matan Ruak.

Kini mantan Presiden Timor Leste ini akan kembali maju sebagai calon presiden  Timor Leste.

Halaman:

Editor: Marselino Kardoso

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x