Tanggapan MS GMIT Terkait Dugaan Kekerasan Seksual Di Alor

3 September 2022, 20:22 WIB
Ketua MS GMIT /


MEDIA KUPANG - Kasus dugaan persetubuhan atau kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang Vikaris asal Kupang yang melaksanakan tugasnya di Kabupaten Alor terhadap sejumlah anak yang telah diberitakan media langsung ditanggapi Majelis Sinode GMIT.

Apa tanggapan MS GMIT? berdasarkan informasi ya g dihimpun MEDIA KUPANG dari www.sinodegmit.or.id, dalam tanggapan MS GMIT menjelaskan, Kabar mengenai dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum pelayan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) di Kabupaten Alor, telah ditangani oleh pihak Majelis Sinode (MS) GMIT.

Terkait kasus tersebut, hari ini, Sabtu 3 September 2022, MS GMIT menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama, Kami Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (MS GMIT) sudah mendapat laporan terkait dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oknum yang baru menyelesaikan masa vikariat di salah satu jemaat di Pulau Alor.

Informasi itu kami dapatkan dari jemaat sejak dua bulan lalu. MS sudah berkoordinasi dengan Ketua Majelis Klasis (KMK) setempat untuk penanganan.

Setelah mendapat laporan kami menangguhkan penahbisan yang bersangkutan ke dalam jabatan pendeta untuk penyelidikan mengenai kebenaran berita yang diterima. Kami juga sangat memperhatikan pentingnya perlindungan psikologis bagi korban.

Kedua, MS GMIT sudah mengutus tim dari Rumah Harapan GMIT, yang terdiri dari dua psikolog dan satu pendamping hukum, untuk bersama ketua klasis di Tribuana melakukan penjangkauan kepada anak-anak demi pemulihan psikologis mereka.


Ketiga, Para KMK di Alor mendampingi anak-anak baik dalam proses pemulihan psikologis oleh Tim Rumah Harapan sampai proses di kepolisian.

Keempat, Kami meminta semua pihak agar dalam pemberitaan, maupun dalam tanggapan terhadap pemberitaan, tidak melakukan hal-hal yang dapat menjadi kekerasan baru bagi anak-anak dan keluarga mereka.

Kelima, MS GMIT menghormati hak para korban dan orang tua serta keluarga untuk menempuh jalur hukum. Kami tidak menghalangi proses hukum bagi oknum yang 9bersangkutan untuk menemukan keadilan ddan kebenaran melalui mekanisme hukum di negeri kita.

Keenam, MS GMIT akan tetap mendukung proses pemulihan psikologis dan hukum bagi anak-anak korban sesuai aturan yang berlaku. Kami meminta perhatian pihak kepolisian untuk proses hukum berjalan seadil-adilnya.

MS GMIT juga berharap semua pihak agar turut melindungi para korban dari kekerasan berlapis.

Demikian komitmen dan sikap MS GMIT untuk penanganan kasus tersebut. 

Sebelumnya diberitakan, Seorang Vikaris (Calon Pendeta) yang bernama SAS (35) asal Kupang yang menjalankan tugas sebagai Vikaris di Kabupaten Alor diinformasikan melakukan perbuatan aib dan tercela.

Dia diduga melakukan persetubuhan terhadap enam orang anak remaja di wilayah itu.

Pelaku saat ini telah berada di Kupang, dan tengah dalam upaya "pengejaran" aparat Reskrim Polres Alor yang dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim Polres Alor, IPTU. Jems Mbau, S.Sos.

Mbau kepada MEDIA KUPANG di Mapolres Alor, pada Jumat 2 September 2022 menjelaskan, dugaan kasus ini dilaporkan oleh warga dari Bukapiting, Kecamatan ATL.

Warga melapor berkaitan kasus dugaan persetubuhan terhadap enam orang anak yang dilakukan SAS (35) tahun yang melaksanakan tugas sebagai Vikaris di Alor. Pelaku berdasarkan data identitasnya, beralamat di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.

Anak yang menjadi korban dalam laporan kasus ini, Mbau menyebutkan, dua orang berstatus pelajar SMA, dan empat orang pelajar SMP. 

Waktu dan tempat kejadiannya, jelas Mbau, sekitar akhir bulan Mei tahun 2021 sampai dengan akhir bulan Maret tahun 2022 di wilayah kompleks salah satu rumah ibadat di Kabupaten Alor.

Kronologis kejadiannya, urai Mantan Kasat Reskrim Polres Rote Ndao ini, ketika terlapor (pelaku) sementara bertugas di rumah ibadat sebagai vikaris, sekitar awal tahun 2021 hingga sekitar awal bulan Mei 2022 terlapor kenal dengan para korban. Para korban adalah anak sekolah Minggu di Gereja tersebut.

Terlapor selanjutnya, mengajak para korban untuk datang ke kompleks rumah ibadat, dan terlapor diduga melakukan perbuatan aib bersetubuh dengan para korban secara bergantian dan berulang kali pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.

Dugaan perbuatan bejat ini, ungkap Mbau, kemudian diketahui oleh pelapor. Terlapor setelah selesai menjalankan tugas sebagai vikaris, kemudian pindah ke Kupang, dan selanjutnya ada pemberitahuan dari pihak Sinode ke Pendeta Gereja tentang perbuatan tercela ini.

Kemudian, lanjut Mbau, Pendeta Gereja bersama pelapor mencari tahu ke para korban tentang dugaan perbuatan vikaris itu, dan benar bahwa telah terjadi persetubuhan yang dilakukan terlapor, sehingga masalah ini dilaporkan ke SPKT Polres Alor.

Menurut Mbau, atas laporan tersebut, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan menerima Laporan Polisi nomor : LP-B/ 277/IX / 2022/SPKT/PA/ NTT, tanggal 01 September 2022. Selanjutnya membuat permintaan visum dan mengantarkan ke RSUD Kalabahi. Kemudian Kasus ini langsung di tangani oleh unit PPA, dan setelah itu para korban dipulangkan setelah dilakukan visum.

Dalam kasus ini, tambah Mbau, ada juga sejumlah catatan, yakni korban diduga masih bertambah, dan masih didalami. Pasalnya para korban awalnya yang datang melaporkan ke SPKT Polres Alor berjumlah 9 orang dan setelah ditelusuri terdapat 3 orang korban lainnya yang bernama bunga diduga juga disetubuhi pelaku, dan dua orang lainnya mawar (samaran,red) dan melati diduga mengalami pencabulan atau percobaan, karena keduanya hanya dipeluk pelaku di bagian perut, dan mendapat chatting yang disertai dengan kiriman foto telanjang.

"Terlapor saat ini berada di kupang sesuai alamat terlapor, dan Modus dari kasus ini yakni terlapor melakukan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan terhadap para korban sebelum melakukan persetubuhan tersebut, dan juga ada dugaan terlapor memvideokan saat melakukan persetubuhan terhadap para korban, sehingga mengancam untuk menyebarkan jika para korban tidak bersetubuh dgan terlapor," tandas Mbau.

Kasus ini, tegas Mbau, diproses dengan Pasal 81 ayat 5 Jo pasal 76 huruf d UU no. 17 tahun 2016 Tentang perubahan kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU.

Dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang. Ancaman pidana hukuman mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.***

Editor: Okto Manehat

Tags

Terkini

Terpopuler