Sejarah Partai Komunis di Indonesia, Ternyata Pernah Dilarang oleh Kolonial Belanda

28 September 2022, 17:03 WIB
Gambar DN Aidit dalam FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI (1984) /Miju/Tangkapan Layar YouTube Hendra Ahya

MEDIA KUPANG - Setiap Bulan September, di Indonesia banyak kalangan akan mengingat sebuah peristiwa kelam yang terjadi pada beberapa tahun silam.

Tepatnya pada tahun 1965, dimana pada bulan September tanggal 30, terjadi sebuah gerakan yang kemudian dikenal dengan nama Gerakan September 30 atau G30S.

Sejak Jaman Orde Baru, setiap tanggal 30 September pasti akan diputar sebuah Film dengan Judul 'Pengkhianatan G30S/PKI'.

Tentu saja banyak orang tau tentang PKI atau Partai Komunis Indonesia, namu tidak banyak yang tau, gerakan ini sejak kapan berada di Indonesia.

Melansir laman p2k.unkris.ac.id, Rabu 28 Septbember 2022, Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis.

Baca Juga: Total Dana Bantuan Rp1 Miliar Lebih untuk Korban Badai Seroja di Kota Kupang Lenyap? Sekda: Diterima Wali Kota

Dalam sejarahnya, PKI pernah berupaya memperagakan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa G30S/PKI.

Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau (Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda).

Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda.

Pada Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.

Baca Juga: Hakim Pengadilan Tipikor Vonis Pidana Penjara PPK Khairul Umam Lebih Tinggi Dari KPA Alberth Ouwpoly

Pada masa pembentukannya, ISDV tak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari seluruhnya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia.

Namun demikian, partai ini dengan cepat mengembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, himpunan reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.

Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara Merdeka".

Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus disertai Indonesia. Himpunan ini sukses mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang diletakkan di Hindia Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam saat tiga bulan banyak mereka sudah sampai 3.000 orang.

Baca Juga: Rudapaksa Gadis di Bawah Umur Oleh Dua Orang Pria Beristri. Manggarai Timur Sedang Tidak Baik-baik Saja

Pada kesudahan 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan tingkatan laut utama di Indonesia masa itu, dan membentuk sebuah dewan soviet.

Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara sampai 40 tahun.

ISDV terus memperagakan aktivitasnya, meskipun dengan aktivitas yang dipekerjakan memperagakan usaha di bawah tanah. Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang pautan, Soeara Ra’jat.

Baca Juga: Jelang Final El Tari Memorial Cup, Kapal Motor Lembata Labalekan Tenggelam, Pertanda Apakah Ini

Sesudah sebanyak kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai berganti dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia.

Pembentukan Partai Komunis

Pada awal mulanya PKI adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam. keberadaan mereka dalam Serekat Islam menyebabkan perselisihan antara para anggotanya, terutama di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam menerapkan disiplin partai. Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan pergerakan indonesia.

Keputusan tersebut tentu saja mebuat para anggota yang beraliran komunis kesal dan keluar dari partai dan membentuk partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaoen diangkatkan sebagai ketua partai.

Baca Juga: Update Kasus Kematian Brigadir J, Penyidik Fokus Evaluasi Kesehatan Putri Candrawathi

PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongres kedua Komunis Internasional pada 1920.

Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemberontakan 1926

Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera Barat. Bahkan PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik.

Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sebanyak 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua.

Baca Juga: Berkas Perkara Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Oleh Oknum Vikaris SAS Diserahkan Kepada Kejari Alor

Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi tujuan pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis.

Pada 1927 PKI dirundingkan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian melakukan gerakan bawah tanah.

Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu tidak diterima tegas oleh Tan Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra.

Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu, beberapa afal yang dibuat PKI justru terjadi sesudah pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan Silungkang di Sumatra.

Baca Juga: HIMAR Kupang Minta Pimpinan Polri Usut Tuntas Kasus Penembakan Oknum Polisi Terhadap Warga Belu

Pada masa awal pelarangan ini, PKI berupaya untuk tak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Muso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah.

Namun Muso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Sekarang PKI memperagakan usaha dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh.

Di Belanda, PKI mulai memperagakan usaha di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama kemudian telah tersedia di dalam kontrol PKI.

Peristiwa Madiun 1948

Pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 pihak Republik Indonesia dan pendudukan Belanda melaksankan sebuah perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville.

Hasil kesepakatan perundingan Renville dianggap menguntungkan posisi Belanda. Sebaliknya,RI menjadi pihak yang dirugikan dengan semakin sempit wilayah yang dimiliki.

Oleh karena itu, kabinet Amir Syarifuddin dianggap merugikan bangsa, kabinet tersebut dijatuhkan pada 23 Januari 1948. Dia terpaksa menyerahkan mandatnya kepada presiden dan dialihkan kabinet Hatta.

Baca Juga: Miris, Bocah SD Berusia 11 Tahun ini Tega Rudapaksa Gadis 7 Tahun, Warganet Prihatin

Kemudian Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948. Himpunan politik ini berupaya menaruh diri sebagai oposisi terhadap pemerintahan dibawah kabinet Hatta. FDR kemudian bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) merencanakan suatu perebutan kekuasaan.

Beberapa usaha yang dibuat yang dijalankan himpunan ini ditengahnya dengan melancarkan propaganda anti pemerintah, mengadakan demonstrasi-demonstrasi, pemogokan, menculik dan membunuh lawan-lawan politik, serta menggerakkan kerusuhan dibeberapa tempat.

Sejalan dengan peristiwa itu, datanglah Muso seorang tokoh komunis yang sejak lama telah menetap di Moskow, Uni Soviet. Muso menggabungkan diri dengan Amir Syarifuddin untuk menentang pemerintah, bahkan dia sukses mengambil alih pucuk pimpinan PKI. S

esudah itu, dia dan kawan-kawannya meningkatkan usaha yang dibuat teror, mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI dan menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta. Puncak perjuangan yang dibuat PKI adalah pemberotakan terhadap RI pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur.

Baca Juga: Polisi Tembak Mati Buronan DPO? Kronologi Tewasnya Eton, Terduga Pelaku Anggota Polres Belu Berpangkat Brigpol

Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara komunis. Dalam afal yang dibuat ini beberapa pejabat, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap musuh dibunuh dengan kejam. Tindakan kekejaman ini membuuat rakyat marah dan mengutuk PKI.

Tokoh-tokoh pejuang dan pasukan TNI memang sedang menghadapi Belanda, tetapi pemerintah RI mampu bertindak cepat. Panglima Besar Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan pemberontakan PKI. Pada 30 September 1948, Madiun dapat direbut kembali oleh TNI dan polisi. Dalam operasi ini Muso sukses ditembak mati sedangkan Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh pautannya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Restrukturisasi PKI

Pada 1950, PKI memulai kembali aktivitas penerbitannya, dengan organ-organ utamanya yaitu Harian Rakjat dan Bintang Merah. Pada 1950-an, PKI mengambil posisi sebagai partai nasionalis di bawah pimpinan D.N. Aidit, dan mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis dan anti Barat yang diambil oleh Presiden Soekarno.

Aidit dan himpunan di sekitarnya, termasuk pemimpin-pemimpin muda seperti Sudisman, Lukman, Njoto dan Sakirman, menguasai pimpinan partai pada 1951. Pada masa itu, tak satupun di antara mereka yang berusia semakin dari 30 tahun. Di bawah Aidit, PKI mengembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000 anggota pada 1950, menjadi 165 000 pada 1954 dan bahkan 1,5 juta pada 1959.

Baca Juga: Ini Lowongan Kerja dari Komisi Pemilihan Umum Menjelang Pemilu 2024

Pada Agustus 1951, PKI memimpin serangkaian pemogokan militan, yang disertai oleh tindakan-tindakan tegas terhadap PKI di Area dan Jakarta. Akibatnya, para pemimpin PKI kembali memperagakan usaha di bawah tanah untuk sementara saat.

Pemilu 1955

Pada Pemilu 1955, PKI menguasai tempat ke empat dengan 16% dari semuanya suara. Partai ini memperoleh 39 kursi (dari 257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di Konstituante.

Pada Juli 1957, kantor PKI di Jakarta diserang dengan granat. Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan dalam pemilihan-pemilihan di beberapa kota. Pada September 1957, Masjumi secara buka menuntut supaya PKI dilarang.

Pada 3 Desember 1957, serikat-serikat buruh yang kebanyakan telah tersedia di bawah pengaruh PKI, mulai menguasai perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini merintis nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh asing. Perjuangan melawan para kapitalis asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah partai nasional.

Pada Februari 1958 terjadi sebuah upaya koreksi terhadap kebijakan Sukarno yang mulai condong ke timur di kalangan militer dan politik sayap kanan. Mereka juga menuntut supaya pemerintah pusat konsisten dalam menerapkan UUDS 1950, selain itu pembagian hasil bumi yang tak merata antara pusat dan kawasan menjadi pemicu.

Baca Juga: Pencinta Motor Trail Mau Uji Nyali , Ayo Ke Alor Bulan Oktober Ada Trabas Digelar Kodim 1622 Dan ATA

Gerakan yang berbasis di Sumatera dan Sulawesi, mengumumkan pada 15 Februari 1958 sudah terbentuk Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pemerintahan yang disebut revolusioner ini segera menangkapi ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang telah tersedia di bawah kontrol mereka. PKI mendukung upaya-upaya Soekarno untuk memadamkan gerakan ini, termasuk pemberlakuan Undang-Undang Darurat. Gerakan ini pada kesudahannya sukses dipadamkan.

Pada 1959, militer berupaya menghalangi dipersiapkannya kongres PKI. Namun demikian, kongres ini jadi sesuai dengan jadwal dan Presiden Soekarno sendiri memberi angin pada komunis dalam sambutannya.

Pada 1960, Soekarno melancarkan slogan Nasakom yang merupakan singkatan dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Dengan demikian peranan PKI sebagai mitra dalam politik Soekarno dilembagakan. PKI membalasnya dengan menanggapi pemikiran Nasakom secara positif, dan melihatnya sebagai sebuah front bersatu yang multi-kelas.

Baca Juga: Ketika Orang Tua Muslim Dampingi Anaknya Terima Komuni Pertama di Gereja Katolik Onekore, Ende

Ketika gagasan tentang Malaysia mengembang, PKI maupun Partai Komunis Malaya menolaknya.

Perayaan Milad PKI yang ke 45 di Jakarta pada awal tahun 1965

Dengan mengembangnya dukungan dan keanggotaan yang sampai 3 juta orang pada 1965, PKI menjadi partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRC. Partai itu mempunyai basis yang kuat dalam organisasi massa, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana Indonesia (HSI).

Menurut perkiraan, seluruh anggota partai dan organisasi-organisasi yang telah tersedia di bawah payungnya mungkin sampai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia pada masa itu.

Pada Maret 1962, PKI bergabung dengan pemerintah. Para pemimpin PKI, Aidit dan Njoto, diangkatkan menjadi menteri penasihat. Pada bulan April 1962, PKI menyelenggarakan kongres partainya.

Baca Juga: Renungan Harian Katolik Rabu 28 September 2022, Orang yang Tak Layak Untuk Kerajaan Allah

Pada 1963, pemerintah Malaysia, Indonesia dan Filipina terlibat dalam pembahasan tentang pertikaian wilayah dan probabilitas tentang pembentukan sebuah Konfederasi Maphilindo, sebuah gagasan yang dirundingkan oleh presiden Filipina, Diosdado Macapagal.

PKI menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan federasi Malaysia. Para anggota PKI yang militan menyeberang masuk ke Malaysia dan terlibat dalam pertempuran-pertempuran dengan pasukan-pasukan Inggris dan Australia. Sebagian himpunan sukses sampai Malaysia lalu bergabung dalam perjuangan di sana. Namun demikian kebanyakan dari mereka ditangkap begitu tiba.

Salah satu hal yang sangat mengherankan yang dilakukan PKI adalah dengan diusulkannya Angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh dan petani, probabilitas besar PKI mau mempunyai semacam militer partai seperti Partai Komunis Cina dan Nazi dengan SS nya.

Baca Juga: PM Israel Yair Lapid Dukung Palestina Merdeka, Netizen Indonesia : Tumben!!!

Hal inilah yang membuat TNI AD merasa khawatir takut telah tersedianya penyelewengan senjata yang dilakukan PKI dengan "tentaranya".

Gerakan 30 September

Alasan utama tercetusnya peristiwa G30S diakibatkan sebagai suatu upaya  melawan apa yang disebut "rencana Dewan Jenderal berhasrat memperagakan coup d‘etat terhadap Presiden Sukarno“.

Aktivitas PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa G30S, makin agresif. Meski pun tak langsung menyerang Bung Karno, tapi serangan yang sangat kasar misalnya terhadap apa yang disebut "kapitalis birokrat“ terutama yang bercokol di perusahaan-perusahaan negara, pelaksanaan UU Pokok Agraria yang tak menepati saatnya sehingga melahirkan "Afal yang dibuat Sepihak“ dan istilah "7 setan desa“, serta serangan-serangan terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang dianggap hanya bertitik berat kepada "kepemimpinan“-nya dan mengabaikan "demokrasi“-nya, adalah pertanda meningkatnya rasa superioritas PKI, sesuai dengan statementnya yang menganggap bahwa secara politik, PKI merasa sudah berdominasi.

Baca Juga: Lukas Tafuli Pelaku Pembacokan Warga Boen Kecamatan Rinhat Sudah Ditahan Polres Malaka, Ini Hukumannya

Gerakan 30 September 1965, secara politik dikelola oleh sebuah Dewan Militer yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan wakilnya Kamaruzzaman (Syam), bermarkas di rumah sersan (U) Suyatno di komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara Halim.

Sedang operasi militer dipimpin oleh kolonel A. Latief sebagai komandan SENKO (Sentral Komando) yang bermarkas di Pangkalan Udara Halim dengan aktivitas operasi dikelola dari gedung PENAS (Pemetaan Nasional), yang juga instansi AURI dan dari Tugu MONAS (Monumen Nasional). Sedang pimpinan gerakan, adalah Letkol. Untung Samsuri.

Menurut keterangan, sejak dicetuskannya gerakan itu, Dewan Militer PKI mengambil alih seluruh wewenang Politbiro, sehingga instruksi politik yang dianggap sah, hanyalah yang berasal dari Dewan Militer. Tapi sesudah nampak bahwa gerakan hendak merasakan kegagalan, karena mekanisme pengorganisasiannya tak jadi sesuai dengan rencana, karenanya dewan ini tak berfungsi lagi.

Apa yang dikerjakan ialah bagaimana mencari jalan menyelamatkan diri masing-masing. Aidit dengan bantuan AURI, terbang ke Yogyakarta, sedang Syam segera menghilang dan tak bisa ditemui oleh teman-temannya yang memerlukan instruksi mengenai gerakan kemudian.***

 

Editor: Primus Nahak

Sumber: unkris.ac.id

Tags

Terkini

Terpopuler