Di Motadik Kabupaten Timor Tengah Utara Manusia dan Ternak Rebutan Air Minum

8 September 2022, 22:15 WIB
Salah satu warga Kampung Derok, Desa Motadik, Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Monika Bete (55), sedang mengambil air minum di kali./ Selasa 6 September 2022/John Taena/Media Kupang. /

MEDIA KUPANG - "HARI ini mau makan siapa?" Bagi para pemegang kekuasaan, berpikir demikian sudah tentu untuk tetap menempati kursi empuknya. 

Namun bagi warga Kampung Derok, Desa Motadik, Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur hingga kini masih pusing tujuh keliling dan berpikir “Mau minum apa hari ini?” 

Di musim kemarau seperti saat ini, warga kampung Derok terpaksa harus berebutan dengan ternak sapi di kali yang masih menyisahkan sumber air untuk dikonsumsi. Intinya bisa minum dulu, soal bersih atau tidak, itu urusan nanti.

Baca Juga: Buka Isolasi Kampung Derok, Sertu Abilio Da Costa : Tidak Mungkin Orang Timor Leste yang Datang Bantu  

Kampung Derok terletak di sebuah kaki bukit yang berjarak kurang lebih 100 kilo meter dari Kefamenanu, Ibu Kota Kabupaten TTU.

Kampung Derok memiliki potensi untuk pengembangan sektor pertanian dan bisa menjadi salah satu lumbung padi jikalau didukung dengan ketersedian air.  Pasalnya terletak di bawah lereng bukit dan dataran rendah. 

Untuk mencapai kampung yang terletak di daerah pantai utara TTU ini, butuh waktu sekitar empat jam dari Kefamenanu. Pada musim hujan, kampung ini akan terisolasi dan tidak bisa diakses sama sekali. 

Bukan hanya persoalan jalanan yang berlumpur dan berlubang, melainkan banjir yang terjadi di musim hujan sangat membahayakan nyawa setiap orang yang nekat melintas. 

Baca Juga: Miris, Demi Dapatkan KTP dan Kartu Keluarga, Warga Kampung di TTU ini Rogoh Kocek Hingga Rp500 Ribu

Tanah Deruk, yang tandus dan kering di musim kemarau, menjadi lokasi pilihan untuk bermukim bagi sekitar 150  kepala keluarga (KK). 

Meskipun tidak mendapat layanan listrik negara, fasilitas kesehatan dan jalan raya, namun mereka enggan untuk meninggalkan tanah leluhur. 

Lebih 300 jiwa yang bermukim di Kampung Derok. Sebuah kampung yang hingga saat ini masih terisolir dan jauh dari sentuhan pembangunan. 

Akses transportasi dan pembangunan lainnya belum mereka nikmati. Tak jarang pada musim kemarau panjang, mereka membawa bekal dan mengantre sepanjang hari untuk mendapatkan setetes air minum. 

Berdasarkan hasil analisis kesejahteraan partisipatif (AKP), warga setempat masih hidup di bawah garis kemiskinan atau sangat miskin. 

Baca Juga: Tak Diperhatikan Pemerintah, Warga Kampung Derok Kabupaten TTU Swadaya Buka Jalan Baru

Hal ini dikatakan oleh Ketua Adat Kampung Derok, Blasius Manek Halek bersama Ketua RT 12 A, dusun setempat, Siprianus Moruk serta dua orang warga RT 12 B Makarius Tahoni (27) dan Silvester Manek (29), saat ditemui mediakupang.pikiran-rakyat.com di lokasi itu Selasa 6 September 2022.

Dijelaskan oleh keempat orang tersebut, kekurangan air bersih merupakan kesulitan terbesar yang akan dihadapi oleh segenap warga Kampung Derok pada setipa musim kemarau. 

Musim kemarau biasanya berlangsung selama kurang lebih enam bulan, yakni sejak bulan Juli hingga awal Desember setiap tahun. 

Pada puncak musim kemarau yang terjadi mulai Oktober hingga tiba musim hujan, warga setempat biasanya akan berbondong-bondong menusuri kali untuk mencari sumber sejak pukul pukul 04.00 Wita. 

Baca Juga: Seorang Lansia di Kefamenanu Diduga Tewas Gantung Diri, Keluarga Tolak Permintaan Autopsi Polres TTU

Jarak paling jauh yang ditempuh mereka pada puncak musim panas itu sekitar delapan hingga 10 kilo meter dari pemukiman.

Tak jarang, mereka akan pulang pada siang hingga sore hari setelah berhasil menampung air minum untuk dibawa kembali ke rumah masing-masing.   

Mereka mengatakan, pernah menerima bantuan tandon air dari pihak pemerintah. Namun hal itu tidak bermanfaat. 

Pasalnya, mereka harus mengeluarkan dana sekitar Rp 300 hingga Rp 500 ribu untuk bisa membeli air sebanyak 5000 liter dari para pengusaha. 

“Kalau ada acara terpaksa kami harus beli air. Satu tangki itu harganya Rp 350 ribu bahkan sampai Rp 500 ribu karena jalan ke sini yang sulit,” ujar Ketua Adat Kampung Derok, Blasius Manek Halek.  

Baca Juga: Ketua KPU TTU Diduga Tetap Terima Gaji Sebagai ASN, Kok Bisa?

Hal ini dibenarkan oleh Babinsa Desa Motadik, Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten TTU, Sertu Abilio Da Costa yang mulai bertugas di lokasi itu sejak tahun 2010 silam.   

“Saya sudah mengabdi di sini sejak tahun 2010. Selain mendengar cerita dari masyarakat saya juga menyaksikan dan mengalami sendiri. Sejak bangsa ini merdeka sampai sekarang, masyarakat di sini masih terisolasi.”

Lebih lanjut Dia mengatakan, “Memang air di sini sulit, apalagi bulan-bulan depan nanti air pasti sudah tidak ada. Ada acara-acara kalau mau datangkan tangki juga itu paling murah Rp 350 ribu. Bahkan sampai 500 ribu juga mereka upayakan karena air tidak ada. Listrik juga tidak ada selama ini.” ***

Editor: John Taena

Tags

Terkini

Terpopuler