Hakim Agung Agungkan Uang, Keadilan Dibuang, KPK Tangkap

- 23 September 2022, 19:32 WIB
Kasus penegak hukum melanggar hukum, nampak dalam OTT yang dilakukan terhadap oknum Mahkamah Agung. Keadilan seperti 'dibuang' akibat uang.
Kasus penegak hukum melanggar hukum, nampak dalam OTT yang dilakukan terhadap oknum Mahkamah Agung. Keadilan seperti 'dibuang' akibat uang. /Kolasi foto diolah dari situs KPK dan Mahkamah Agung/Media Kupang.

MEDIA KUPANG – Kasus penegak hukum melanggar hukum, aneh tapi nyata. Namun, tidak mengheranlan, itulah tindakan-tindakan basi di negeri ini.

Hakim Agung yang diagung-agungkan rakyat untuk menegakkan keadilan, justru mengagungkan uang. Tampak, keadilan dibuang di tong sampah.

Keadilan tidak lagi tegak berdiri, sebab Hakim Agung sendiri telah membawa keadilan itu ke level paling rendah. Keadilan itu patah, dan hancur bertalu-talu.

Baca Juga: Perkuat Struktural dan Solidaritas Kepengurusan, PSI Belu Gelar Kopdarda

Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap oknum Hakim Agung dan pejabat Mahkamah Agung lainnya yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat deretan kasus penegak hukum melanggar hukum makin panjang.

Di saat bangsa dan negara ini dialihkan fokus perhatiannya ke kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo dan jajaran Polri lainnya, oknum Hakim Agung pun tampil dengan tindakan yang tidak layak diagungkan.

Mengapa tidak layak diagungkan? Sebagaimana kata ‘agung’ yang melekat padanya, oknum Hakim Agung itu sendiri sengaja lupa akan statusnya.

Kamis, 22 September 2022 ketika KPK melakukan OTT, sejumlah oknum diamankan di Semarang dan Jakarta. OTT itu berkaitan dengan dugaan tindakan pidana korupsi (suap dan pungutan liar) dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

"KPK…melakukan giat tangkap tangan terhadap beberapa orang di Jakarta dan Semarang," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, dilansir PMJ News pada Kamis, 22 September 2022.

Petinggi KPK itu, tampak berat hati ketika pihaknya mau tidak mau harus menangkap oknum Mahkamah Agung yang diketahui namanya, Sudrajad Dimyati bersama sembilan orang lainnya.

"KPK bersedih harus menangkap Hakim Agung. Kasus korupsi di lembaga peradilan ini sangat menyedihkan."

Ya, sangat menyedihkan. Jika KPK sendiri merasa sedih, seluruh rakyat biasa di Indonesia bisa saja tertawa. Tetapi di balik tawa itu, ada amarah, mungkin juga ada benci, terlebih ikut bersedih. Meski kesedihan itu tidak tampak.

Baca Juga: Ketua DPD PSI Belu Kecam Ucapan Rasis Oknum DPRD Belu Terhadap Seorang Warga Atambua

Bisa jadi ragam komentar di berbagai media sosial, menjadi bagian dari ekspresi kesedihan itu. adanya kesedihan, tidak semestinya ada air mata. Ia jauh di dalam hati; yang terluka oleh tindakan oknum-oknum penegak hukum.

Dilansir Antara, Nurul mengungkapkan keprihatinan KPK. Ia bilang, “KPK sangat prihatin dan berharap, ini penangkapan terakhir terhadap insan hukum.”

Mungkinkah, kata-kata Nurul itu dibuktikan? Bagaimana caranya? Jika penegak hukum dan oknum pejabat lainnya masih menjadi maling uang, maka kepada hukum, merepa berpaling.

Ingat kata-kata Nurul berikut ini. “Dunia peradilan dan hukum kita yang semestinya berdasar bukti, tetapi masih tercemari uang. Para penegak hukum yang diharapkan menjadi pilar keadilan bagi bangsa, ternyata menjualnya dengan uang.”

Dari dua kalimat yang diucapkan Nurul, kata ‘uang’ disebut sebanyak dua kali. Itu merupakan isyarat, bahwa uang ketika dihadapkan dengan oknum penegak hukum, semisal Sudrajad Dimyati, maka dua bola mata terang benderang, tetapi mata hati menjadi amat buta nan gelap.

Mengapa uang dan selalu uang padahal sudah kaya? Ketamakan adalah jawabannya.

Simak daftar kekayaan Mahkamah Agung Sudrajad Dimyati berikut ini. Pada Maret 2022, dalam laporan periodik 2021, jumlah harta kekayaannya Rp10,7 miliar.

Sudrajad Dimyati, tercatat mempunyai delapan bidang tanah dan bangunan yang terletak di Jakarta dan Yogyakarta. Kedua bangunan itu jika dirupiahkan, mencapai lebih dari Rp2,45 miliar.

Selain itu, ia juga mempunyai satu unit motor Honda Vario dan satu unit mobil Honda MPV senilai Rp209 juta.

Selanjutnya, harta bergerak lainnya milik Sudrajad Dimyati senilai Rp40 juta. Ditambah lagi kas dan setara kas senilai lebih dari Rp8,07 miliar.

Baca Juga: Musik Tradisional Atoin Meto, Orang Dawan di Timor Barat TTU

Terkait OTT terhadap Mahkamah Agung Sudrajad Dimyati dan Sembilan orang lainnya, Ali Fikri, Juru Bicara KPK pun mengatakan, pihaknya turut menyita barang bukti berupa mata uang asing.

KPK menduga, uang itu berkaitan dengan pemberian suap. "Pada kegiatan ini juga, turut diamankan sejumlah barang antara lain berupa uang dalam pecahan mata uang asing,” kata Ali.

Lantas, kasus suap dan pungutan macam apa yang melibatkan Sudrajad Dimyati bersama kawan-kawannya di Mahkamah Agung? Simak penjelasan Ketua KPK Filri Bahuri, berikut ini.

Ketua KPK itu menjelaskan, peristiwa tersebut bermula ketika debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) yang diwakili kuasa hukumnya, Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), mengajukan laporan.

Diketahui, laporan tersebut terkait dengan pidana dan gugatan perdata atas aktivitas KSP ID di Pengadilan Negeri Semarang. Saat proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HT dan ES belum puas dengan putusannya.

Mereka, lalu memutuskan untuk melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada Mahkamah Agung. Pada tahun 2022, HT dan IDKS mengajukan kasasi dengan mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.

Dalam proses kasasi, YP dan ES diduga melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan Mahkamah Agung.

Mereka dinilai mampu menjadi penghubung ataupun fasilitator dengan Majelis Hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.

Pihaknya berharap, Majelis Hakim mengabulkan putusan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP ID pailit.

Baca Juga: Jangan Mau Ditakut-takuti Polisi, Urus dulu Ferdy Sambo, Najwa Shihab Minta Maaf ke Polri?

Firli Bahuri menyebut, PNS di Kepaniteraan Mahkamah Agung atas nama Desy Yustria (DY) kemudian bersepakat dengan YP dan ES dengan adanya pemberian sejumlah uang.

DY lalu mengajak Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung bernama Elly Tri Pangestu (RTP) serta Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan.

DY mengajak mereka berdua untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke Majelis Hakim. DY dan kawan-kawan diduga menjadi representasi dari Sudrajad Dimyati dan beberapa pihak lain untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.

Menurut Ketua KPK, sumber dana yang diberikan YP dan ES ke Majelis Hakim berasal dari HT dan IDKS. Adapun YP dan ES menyerahkan uang senilai SGD 202.000 (Rp2,2 miliar) secara tunai kepada DY.

Setelahnya, DY membagikan uang tersebut dengan rincian Rp250 juta untuk DY, Rp850 juta untuk MH, dan Rp100 juta untuk ETP. Sedangkan Sudrajad Dimyati menerima uang sekitar Rp800 juta melalui ETP.

Demikian simpulan dari penjelasan Ketua KPK, Firli Bahuri. Memprihatinkan bukan? Menyedihkan KPK dan penegak hukum tak berdosa lainnya, sudah tentu.

Uang, lagi-lagi uang, bikin buta setiap oknum penegak hukum yang bahkan telah berkelimpahan kebutuhan hidupnya, tetapi masih sempat melotot sekaligus buta mata hati.***

Editor: Efriyanto Tanouf

Sumber: PMJ News ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x