Investigasi Media Belanda Sebut Peraih Nobel Perdamaian Timor Leste Uskup Belo Diduga Lecehkan Banyak Remaja

29 September 2022, 15:23 WIB
Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo atau Uskup Belo diduga lakukan pelecehan se**ual terhadap remaja laki-laki selama tahun 1990-an, sesual hasil investigasi media Belanda. /Foto Uskup Belo/Tekdeeps.

MEDIA KUPANG – Pemenang Nobel Perdamaian 1996, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo atau lebih dikenal dengan Uskup Belo dituduh melakukan pelecehan sek**al (rudapaksa) terhadap dua laki-laki pada tahun 1990-an.

Informasi itu mencuat usai media Belanda De Groene Amsterdammer pada Rabu, 28 September 2022 waktu setempat, merilis hasil investigasi dugaan pelecehan sek**al yang dilakukan Uskup Belo.

Dua laki-laki yang saat itu masih remaja membuat pengakuan mengejutkan. Masing-masing adalah Paulo dan Roberto (bukan nama sebenarnya).

Baca Juga: Jenazah Korban Tembakan Buser Polres Belu Hanya Disimpan di Teras Rumah Duka, Mengapa?

Paulo yang kini berusia 42 tahun memulai pengakuannya. ia berkisah, saat itu Minggu pagi. Ia bersama umat lainnya mengikuti misa dan mendengar penuh hikmat kotbah Uskup Belo di Dili, Ibu Kota Timor Leste.

Seusai misa, Uskup Belo berjalan ke arah Paulo yang saat itu masih berusia 15 tahun. “Dia (Uskup Belo), mengajak saya untuk datang ke tempatnya,” kata Paulo, dilansir MediaKupang.com dari De Groene Amsterdammer, Kamis, 29 September 2022.

Diundang seorang Uskup yang bukan hanya pemimpin Gereja Katolik Roma di Timor Leste tetapi juga pahlawan nasional, suatu hal yang membanggakan. Paolo bilang: “saya sangat senang.”

Paolo pun memenuhi undangan Uskup Belo. Pada sore, Minggu itu, ia berjalan menyusuri wilayah pantai di Dili. Ia akhirnya tiba di kediaman sang Uskup. Pada malam harinya, Uskup Belo mengajak Paolo ke kamarnya.

“Uskup Belo melepas celana saya, menyentuh tubuh saya, dan melakukan oral se*s,” kisah Paulo.

Usai dilecehkan, Paulo kaget dan kebingungan. Dalam kondisi demikian, ia pun akhirnya tertidur.

Korban Diberi Uang, Takut Ungkap Pelecehan Sek**al

Senin pagi, ketika bangun, Paulo diberi sejumlah uang oleh Uskup Belo. “Pagi itu, saya lari kencang. Saya takut. Saya rasa sangat aneh.”

Lebih lanjut, Paulo mengatakan, “ini bukan salah saya. Uskup Belo yang mengundang saya. Dia Pastor. Dia seorang Uskup. Dia beri kami makan, dan selalu bicara baik. Tapi dia, mengambil keuntungan dan kesempatan dari semuanya itu.”

“Ini sangat menjijikkan, dan saya tidak akan pernah ke sana lagi,” lanjut Paulo.

Paulo menyimpan masalah itu untuk dirinya sendiri. Ia tidak memberitahu siapa pun tentang pelecehan se**ual yang dialaminya – dilakukan oleh Uskup Belo. Selain Paulo, ada korban lain lagi bernama Roberto.

Saat itu, ada pesta Gereja. Umat di Dili senang dan gembira karena peraih Nobel Perdamaian itu akan hadir dalam perayaan itu.

Baca Juga: Polisi Tembak Mati Buronan DPO? Kronologi Tewasnya Eton, Terduga Pelaku Anggota Polres Belu Berpangkat Brigpol

Roberto pun ada di sana, ikut menyaksikan pementasan dan konser musik. Remaja yang saat itu berusia 14 tahun, sesuai pengakuannya, ia dipandang Uskup Belo dengan tatapan tajam.

Saat itu juga, Uskup Belo meminta Roberto untuk pergi ke biara – kediaman sang Uskup. Asyik di biara, malam makin larut. Roberto tidak bisa pulang ke rumah.

Uskup Belo, lalu mengajak Roberto ke kamarnya. Oleh sebab kelelahan, ia akhirnya lelap. Namun, lelapnya itu terusik. Ia kaget, dan terbangun.

“Uskup Belo merudapaksa saya. Malam itu, saya dapat pelecehan se**ual,” ungkap Roberto.

Jelang fajar, Uskup Belo meminta Roberto segera pergi dari biara. Namun karena masih gelap, ia harus menunggu. Pada kesempatan itu, ia diberi sejumlah uang oleh Uskup Belo. “Itu dimaksudkan agar saya tutup mulut dan memastikan saya kembali lagi.”

Berbeda dengan Paulo, Roberto mengakui, ia dilecehkan lebih dari satu kali oleh Uskup Belo. “Saya rasa diakui, dipilih, dan dicintai secara istimewa.”

“Saya mengerti, Uskup Belo tidak benar-benar tertarik pada saya, tetapi itu hanya soal dirinya sendiri. Sedangkan saya, yang terpenting adalah uang, itu sangat saya butuhkan,” ungkap Roberto.

Diduga Ada Banyak Korban

Roberto pun mengakui, dirinya menyaksikan anak-anak yatim-piatu di sekitarnya turut dipanggil peraih Nobel Perdamaian 1996, Uskup Belo. Ia dan Paulo mengatakan, anak-anak itu dibawa dengan mobil menuju kediaman Uskup Belo di Dili.

“Uskup Belo tahu, anak-anak itu tidak punya uang. Ketika undangannya dipenuhi, ia akan memberi sejumlah uang kepada korban,” kata Paulo.

“Kami takut ungkapkan hal itu. Seperti saya, kisah buruk saya bersama Uskup Belo,” lanjut Paulo. Mengingat, Gereja Katolik sangat dihormati di Timor Leste.

Ketokohannya dalam Gereja Katolik sekaligus sebagai lembaga keagamaan, kata Paulo, membantu umat hingga menawarkan perlindungan selama konflik di Timor Leste (saat itu Timor-Timur, bagian dari Indonesia).

Baca Juga: Musik Tradisional Atoin Meto, Orang Dawan di Timor Barat TTU

Dalam investigasi yang dilakukan De Groene Amsterdammer, diketahui Uskup Belo memiliki banyak korban. Hal itu diungkap dua puluh orang yang mengetahui kasus pelecehan se**ual oleh peraih Nobel Perdamaian 1996, Timor Leste.

Dua puluh orang tersebut, masing-masing berasal dari LSM, pejabat pemerintahan, politisi, dan orang-orang dalam lingkungan Gereja Katolik.

Beberapa orang bahkan mengenal korban, sedangkan yang lain mengaku tahu akan kasus tersebut. Sebagiannya lagi sering membahasnya di tempat kerja.

Diketahui, investigasi De Groene Amsterdammer (tautan asli dapat dibaca DI SINI), dilakukan sejak 20 tahun lalu, tepatnya sejak tahun 2002. Saat itu, seorang pria asal Timor mengungkap pelecehan se**ual yang dilakukan Uskup Belo terhadap temannya.***

Editor: Efriyanto Tanouf

Sumber: De Groene Amsterdammer

Tags

Terkini

Terpopuler