"Pinjaman daerah itu tidak sesederhana kita sedang pinjam uang. Tidak! Itu memberikan pesan kepada siapapun bahwa pembangunan di daerah ini, yang dibiayai oleh APBD juga ikut berperan serta untuk dibiayai oleh lembaga keuangan dalam rangka mempercepat kebutuhan dan kepentingan rakyat yang selama ini hanya didanai atau dibiayai oleh APBD yang cenderung sangat terbatas, apalagi perencanaan pembangunannya semua dibagi sama rata," jelas Laiskodat.
Gubernur Laiskodat mengatakan, indikator pembangunan tidak selalu pada segi kuantitas, tetapi lebih diutamakan kualitas dan berdampak signifikan pada masyarakat.
"Kalau kerja banyak tapi kecil-kecil tentu kurang dirasakan masyarakat. Tapi kalau kerja sedikit tapi berdampak besar kepada masyarakat, itu yang perlu dilakukan. Jadi seluruh hal yang berkaitan erat langsung terhadap kebutuhan dasar, itu harus dapat dikerjakan besar," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemkab Belu saat ini sedang berjuang keras untuk mendapatkan fasilitas pinjaman daerah untuk membiayai sejumlah program dan kegiatan yang tidak terlaksana karena keterbatasan anggaran.
Namun upaya Pemkab Belu untuk mendapatkan pinjaman daerah dari Bank NTT ini tidak berjalan mulus. Sejak tahun 2021 lalu, pembahasan pinjaman daerah ini sudah terjadi polemik di DPRD NTT.
Hingga saat inipun masih ada 'keributan' di DPRD Belu. Fraksi Partai Demokrat bahkan memilih walk out meninggalkan ruang sidang saat membahas pinjaman daerah dengan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang dihadiri Sekda Belu.
Fraksi Demokrat berdalih, usulan pinjaman daerah itu menabrak aturan khususnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah.
Meski aksi walk out ini tidak berpengaruh signifikan dalam proses pembahasan, namun sudah menunjukkan bahwa upaya Pemkab Belu ini belum sepenuhnya didukung DPRD Belu.