Pada Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Baca Juga: Hakim Pengadilan Tipikor Vonis Pidana Penjara PPK Khairul Umam Lebih Tinggi Dari KPA Alberth Ouwpoly
Pada masa pembentukannya, ISDV tak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari seluruhnya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia.
Namun demikian, partai ini dengan cepat mengembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, himpunan reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara Merdeka".
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus disertai Indonesia. Himpunan ini sukses mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang diletakkan di Hindia Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam saat tiga bulan banyak mereka sudah sampai 3.000 orang.
Pada kesudahan 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan tingkatan laut utama di Indonesia masa itu, dan membentuk sebuah dewan soviet.
Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara sampai 40 tahun.
ISDV terus memperagakan aktivitasnya, meskipun dengan aktivitas yang dipekerjakan memperagakan usaha di bawah tanah. Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang pautan, Soeara Ra’jat.