Setelah korban berangkat. Ayahnya atau MYR menemukan sebuah amplop berisi surat di depan pintu rumah. Surat itu memuat ancaman kepada AN, anak dari Ibu E yang tinggal di Kecamatan Nangaroro.
Pengirim mengancam akan membalas dendam karena AN telah mencelakai salah satu temannya. Kenyataannya, AN mempunyai kemiripan wajah dengan AFGD.
Menyadari keluarganya diteror, Ibu kandung korban berinisial TW menceritakan pengalamannya kepada IN, tetangga rumahnya mengenai surat gelap berisi teror. Mereka saling berbagi cerita.
IN juga menuturkan bahwa keluarganya turut mendapat surat teror, isinya berupa pesan “kalau kamu mau cari AN, carilah di kantor Bupati“. Pesan lainnya berupa teguran “jangan didik anak untuk sombong.”
Ketika menjelang sore hari pukul 14.17 WITA, yang seharusnya sudah waktunya pulang sekolah, AGFD belum juga tiba di rumah. TW mulai menanyakan kepada AT, di mana keberadaan anaknya. AT menjawab: “tidak tahu!”
Lanjut AT, pagi hari setiba di sekolah, AGFD malah pulang ke rumah untuk mengambil buku yang lupa dibawanya. Itu terakhir kali mereka bertemu. Setelahnya, AT tidak lagi mengetahui keberadaan AGFD.
Beberapa saat kemudian, SA yang adalah anak dari AN memberikan informasi kepada TW bahwa dua minggu sebelumnya salah seorang teman AGFD yang berinisial EC, membeberkan niatnya untuk memukuli AGFD.
Baca Juga: Cara Membuat Bolu Kukus Karamel Tanpa Ribet, Pemula Bisa Coba di Rumah
EC memperingatkan SA agar tidak memberitahukan rencananya pada AFGD ataupun keluarganya. Bila sampai bocor, EC juga akan memukuli SA. Namun, SA akhirnya memberitahukan rencana itu beberapa hari kemudian karena takut dipukuli.
EC terkenal sebagai pentolan geng yang ditakuti oleh para siswi di salah satu SMA negeri di Nagekeo. Ia adalah kakak kelas dari AGFD. Salah seorang kepala dinas di kabupaten Nageko masih memiliki hubungan keluarga dengannya. Latar belakang inilah yang makin mengokohkan status quo EC.