Baca Juga: Siswi SMA asal Lembor Dirudapaksa 7 Pemuda Hingga Pingsan, Ini Kronologinya
Lebih lanjut, Elanda Welhelmina Doko, I Made Suwetra dan Diah Gayatri Sudibya menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh yaitu karena ekonomi terkait hutang, strata sosial, pendidikan,maupun kepercayaan.
Terjadinya karena ada persetujuan dari pihak orang tua perempuan dan pihak laki-laki maupun atas dasar keinginan pihak laki-laki tanpa sepengetahuan pihak perempuan.
Dengan adanya praktik perkawinan ini, perempuan Suku Sumba selalu berhati-hati saat keluar rumah pada masa acara tertentu yang memanfaatkan momen ini pada suatu acara adat karena pada saat itulah masyarakat berkumpul dan saling bertemu) yang terjadi pada bulan Oktober yang ditetapkan untuk melarikan perempuan untuk dijadikan istri dengan jalan pintas seorang perempuan idaman dengan cara menculiknya dan perbuatan tersebut dianggap sangat lazim sehingga tidak tampak aneh.
Baca Juga: Sambut Ulang Tahun ke 23, Pemdes Raifatus Gelar Berbagai Kegiatan
Adapun proses penyelesaian kawin tangkap (Pitti Rambang) ini dilakukan melalui tahapan pencarian, tutup malu, ketuk pintu, tikar adat, agama (bagi mereka yang beragama lain diluar kepercayaan membu) hingga tahapan akhir.
Komentar Netizen tentang Kawin Tangkap
Salah satu pemilik akun Instagram @jiprat7 mempertanyakan apakah adat istiada seperi kawin tangkap ini perlud dilestarikan?
"Ini memang adat istiadat daerah setempat yang sudah ada sejak lama, tetapi apakah masih perlu untuk dilestarikan terus," tulis @jiprat7.
Baca Juga: Ayodhia Kalake Resmi Dilantik jadi Penjabat Gubernur NTT, ini Harapan Viktor Laiskodat