Heboh Aksi Kawin Tangkap atau Piti Rambang, Polres Sumba Barat Daya Periksa Sejumlah Saksi

- 8 September 2023, 19:59 WIB
Ilustrasi Pengantin Wanita
Ilustrasi Pengantin Wanita /Pixabay/

MEDIA KUPANG - Aksi Kawin Tangkap atau Piti Rambang yang viral di Media Sosial pada Kamis 7 September 2023 lalu mendapat respon dari berbagai kalangan.

Merespon persoalan kawin tangkap yang dianggap meresahkan tersebut, Kepolisan Resort Sumba Barat Daya bergerak cepat untuk memeriksa sejumlah saksi.

Dikutip dari Instagram @pikiranrakyat, Jumat 8 September 2023, Kapolres SBD AKBP Sigit Harimbawan melalui Kasat Reskrim Iptu Rio Rinaldy Panggabean mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan terhadap video tersebut.

Kasat Reskrim Iptu Rio Rinaldy Panggabean menjelaskan bahwa saat ini empat orang diamankan.

Baca Juga: BREAKING NEWS : Warga Temukan Bayi Dalam Kantong Plastik Hitam di Samping UKAW Kupang, Begini Kondisinya

"Masih kami lanjutkan pemeriksaan saksi-saksi hari ini," kata Iptu Rio Rinaldy Panggabean, via WhatsApp, pada Jumat, 8 September 2023.

Empat orang pelaku yang diamankan dengan inisial YT (20), LP (50), juru bicara (45) dan HT (25).

Aksi kawin tangkap atau kawin paksa ini terjadi pada Kamis, 7 September 2023 di Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat.

Seperti diberitakan sebelumnya, beredar sebuan video viral di platform media sosial seperti Instagram dan YouTube yang menunjukkan praktek kawin tangkap atau kawin paksa di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi NTT, Kamis 7 September 2023.

Baca Juga: Hadiri Rakernas di Solo, GP Farmasi NTT Soroti Perdagangan Obat Ilegal di Perbatasan RI-RDTL

Dikutip dari akun Instagram @memomedsos, Kamis 7 September 2023, kejadian penangkapan perempuan untuk dikawin paksa itu terjadi di Simpang pertigaan Kalembuweri, Jalur Tena Teke dan Jalur Rara, Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya(SBD).

Tradisi Kawin Tangkap di Sumba

Dikutip MediaKupang.com dari warmadewa.ac.id, Kamis 7 September 2023, menyebutkan bahwa tradisi kawin tangkap atau Piti Rambang Suku Sumba di Nusa Tenggara Timur ini masih ada dan dilakukan secara terus menerus dengan adanya pemaksaan perkawinan kepada perempuan Sumba yang mengakibatkan korban mengalami kekerasaan secara fisik, s*ks**l, psikis dan sosial.

Bahwa tradisi yang kuat dan tak terelakan dalam kultur masyarakat Suku Sumba yang masih berbudaya patriakal menjunjung tinggi adat-istiadat dan budaya ini memfasilitasi pihak laki-laki.

Baca Juga: Abraham Liyanto Usulkan Percepat Pemekaran 10 Kabupaten Kota di Nusa Tenggara Timur, Ini Daftarnya

"Kekerasan kawin tangkap merupakan bukti bahwa perempuan tidak bebas untuk menjalani kehidupan sendiri dan menentukan pilihan atas masa depan mereka sendiri. Kawin tangkap terbukti memposisikan perempuan seperti barang atau objek negosiasi dan bukan subjek (manusia) yang dihargai dan didengarkan pendapat dan keinginannya dalam bagian dari budaya Sumba yang dipraktikkan oleh masyarakat secara berulang.

Norma dalam praktik kawin tangkap yang berkembang dan berlindung dibalik klaim budaya demi menghindari tindakan hukum yang melanggar hak asasi manusia yang dijalankan dalam nilai agama, sopan santun, dan kesusilaan di kehidupan masyarakat.

Nuansa budaya masih dibenarkan untuk suatu tindakan premanisme, hal ini karena masyarakat lebih mematuhi adat yang dianut dari pada hukum negara," tulis Elanda Welhelmina Doko, I Made Suwetra, & Diah Gayatri Sudibya dari Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Denpasar-Bali dalam jurnal Konstruksi Hukum yang diterbitkan pada September 2021.

Baca Juga: Fenomena Hari Tanpa Bayangan Matahari Mulai 8 September 2023, Wilayah Mana Saja yang akan Dilewati?

Lebih lanjut, Elanda Welhelmina Doko, I Made Suwetra dan Diah Gayatri Sudibya menjelaskan bahwa  faktor yang paling berpengaruh yaitu karena ekonomi terkait hutang, strata sosial, pendidikan,maupun kepercayaan.

Terjadinya karena ada persetujuan dari pihak orang tua perempuan dan pihak laki-laki maupun atas dasar keinginan pihak laki-laki tanpa sepengetahuan pihak perempuan.

Dengan adanya praktik perkawinan ini, perempuan Suku Sumba selalu berhati-hati saat keluar rumah pada masa acara tertentu yang memanfaatkan momen ini pada suatu acara adat karena pada saat itulah masyarakat berkumpul dan saling bertemu) yang terjadi pada bulan Oktober yang ditetapkan untuk melarikan perempuan untuk dijadikan istri dengan jalan pintas seorang perempuan idaman dengan cara menculiknya dan perbuatan tersebut dianggap sangat lazim sehingga tidak tampak aneh.

Adapun proses penyelesaian kawin tangkap (Pitti Rambang) ini dilakukan melalui tahapan pencarian, tutup malu, ketuk pintu, tikar adat, agama (bagi mereka yang beragama lain diluar kepercayaan membu) hingga tahapan akhir.***

Editor: Primus Nahak


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x